‘ARIYAH
A. ‘Ariyah (Pinjam Meninjam)
Secara
Bahasa ‘ariyah diambil dari kata ‘aara yang artinya pergi dan datang secara
cepat. Secara istilah ‘ariyah ialah memberikan suatu barang yang halal kepada
yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tanpa merusak zatnya, agar zat barang
tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Dengan demikian yang dinamakan
dengan ‘ariyah yang meminjamkan barang tanpa ganti rugi.
B. Landasan hukum pinjam meminjam
Landasan
hukumnya ada dalam alQuran Surah al-Maidah ayat 2 yaitu
“dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Amat berat siksa-Nya”.
Kandungan
ayat diatas bahwa menolong sesame manusia dalam hal kebaikan itu diperbolehkan
asalkan tidak dalam keburukan. Sebab menolong keburukan akan berdampak pada
diri kita sendiri. Awal hukum ‘ariyah adalah Sunnah, namun bisa berubah menjadi
wajib, maupun haram. ‘Ariyah dapat menjadi wajib apabila kondisi sedang darurat
untuk dilaksanakan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan kematian. ‘Ariyah
dapat dihukumi haram jika meminjamkan pisau bukan untuk alat memasak namun
untuk membunuh seseorang.
C. Macam-macam
‘Ariyah
1. ‘Ariyah
Muqayyad yaitu bentuk pinjam meminjam ada batasannya. Dalam hal lain dibatasi
dengan waktu atau tempat. Jika demikian jika yang meminjamkan sudah membutuhkan
barangnya dan sudah mencapai batasan yang ditentukan maka si peminjam wajib
mengembalikan barang tersebut.
2. ‘Ariyah
Mutlaq yaitu oinjam meminjam tanpa ada suatu batasan. Dalam hal ini peminjaman
tidak ada batas tertentu yang mengikat
D. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
D. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
1. Rukun :
mu’ir (orang yang meminjamkan), mu’tasir (orang yang menerima pinjaman), mu’ar
(benda yang dipinjamkan), akad atau ijab qabul.
-
Mu’ir (orang yang meminjamkan)
Ketentuannya yaitu orangnya sudah baligh,
mendapat perizinan pemanfaatan barang, berstatus sebagai pemilik manfaat
barang, akad ‘ariyah dilakukan atas inisiatif sendiri bukan karena paksaan.
-
Mu’tasir (orang yang menerima pinjaman)
Ketentuannya mendapat izin dari pemilik
barang, berakal sehat, berhak untuk menerima pinjaman dan manfaatkan dari
barang yang dipinjamkan, hanya memanfaatkan barang tersebut tanpa mengurangi
nilai apalagi merusaknya, tidak berhak untuk memaksa, bertanggung jawab barang
ketika rusak.
-
Mu’ar (Benda yang dipinjamkan)
Ketentuannya memiliki potensi yang bisa
dimanfaatkan, manfaatnya merupakan milik pihak mu’ir, pemanfaatannya legal
secara agama, manfaat yang memiliki nilai ekonomis, pemanfaatannta tidak
berkonsekuensi mengurangi fisik barang.
-
Ijab qabul. Seorang yang meminjam ada ijab qabul untuk menentukan
perizinan penggunaan manfaat barang.
Adapun persyaratan ‘ariyah yaitu:
a. Bahwa orang
yang meminjamkan ‘ariyah adalah pemilik yang sah atas barang itu, dan berhak untuk
meminjamkannya
b. Bahwa barang
yang dipinjamkan memiliki manfaat
c. Pemnafaatan
barang tersebut diperbolehkan oleh agama, bukan untuk hal-hal yang dilarang.
E.
Kewajiban
Peminjam
Kewajiban
peminjam yaitu mengembalikan serta menjaga barang yang dipinjam dengan
hati-hati dan tidak merusaknya. Namun dalam pandangan secara hati-hati dan
tidak merusaknya. Namun dalam pandangan beberapa ulama menurut syafi’i dan Abu
Hanifah pemberi pinjaman boleh untuk menarik kembali barang yang dipinjamkan
jika ia menghendakinya.
F.
Mengembalikan
barang pinjaman
Si peminjam
memiiki kewajiban untuk mengembalikan barang pinjamannya jika ia telah sekesai
memanfaatkan barang tersebut. Berdasarkan Q.S. An Nisa: 58:
58. Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
LUQATHAH
A.
Pengertian
Luqathah
Luqathah menurut Bahasa berarti suatu barang
yang ditemukan sedangkan menurut istilah adalah harta atau barang yang didapat
atau ditemukan di suatu tempat dan tidak diketahui pemiliknya untuk disimpan
dan dimiliki sesudah diumumkan terlebih dahulu. Bagi orang yang menemukan
barang hendaknya ia mengamankan dan menyimpannya. Jika diumumkan dalam jangka
waktu tertentu, kemudian tidak ada yang mengakuinya atau tidak diketahui
pemiliknya maka barang tersebut menjadi milikorang yang menemukan.
B.
Hukum
Mengambil Luqathah
Hukum pengambilan luqathah dapat berubah-ubah
tergantung pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya. Diantara hukum tersebut
yaitu:
1. Wajib, yakni
wajib mengambil barang temuan bagi penemunya, apabila orang tersebut percaya
bahwa dirinya mampu mengurus benda-benda temuan tersebut dengan sebagaimana
mestinya dan terdapat sangkaan berat bila benda-benda itu tidak diambil maka
akan hilang sia-sia atau dimanfaatkan oleh yang tidak bertanggung jawab.
Sesuai firman Allah:
71. dan orang-orang yang beriman, lelaki
dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. (Q.S. At Taubah: 71)
Oleh karena itu setiap kaum muslimin wajib
menjaga kekayaan sebagian kaum mukmin yang lainnya.
2. Sunnah,
Mengambil barang temuan bagi penemunya apabila orang tersebut percaya kepada
dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu dengan sebagaimana
mestinya tetapi bila tidak diambilpun barang-barang tersebut tidak
dikhawatirkan akan hilang sia-sia.
3. Makruh, Imam
Malik dan kelompok Hanabilah juga sepakat bahwa memungut barang temuan itu
hukumnya makruh, alasannya adalah karena seorang tidak dibolehkan mengambil
harta saudaranya serta dikhawatirkan orang yang mengambil itu bersifat lalai
menjaga dan memberitahukannya.
4. Haram, bagi
orang yang menemukan suatu benda kemudian dia mengetahui bahwa dirinya sering
terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak dapat memelihara
barang tersebut. Memungut luqathah juga haram, jika dilakukan ditanah haram,
apabila seseorang memungut luqhatah dengan berniat memilikinya, dia harus
mengganti karena dia telah bertindak lalai. Hal ini sesuai dengan hadits
Rasulullah “’Barang yang jatuh di Tanah Haram Makkah, tidak halal kecuali bagi
orang yang hendak mengumumkannya” (H.R. Bukhari Muslim)
5. Jaiz atau
Mubah, jika luqathah ditemukan di bumi tak bertuan atau dijalan yang tidak
dimiliki seseorang atau di selain tanah haram Makkah.
Kak,,Klo bisa peta konsep nyaa sekalian di buat yaa kk,,tq kkđ
BalasHapusTinggal naro iklan jadi duit nih bu
BalasHapusya ini sangat membantu
BalasHapusWah terimakasih bu, bisa buat power point
BalasHapusSangat membantu đ
BalasHapusTerimakasih samgat membantu
BalasHapusEpep
BalasHapusEm el
BalasHapusMartis hitam
BalasHapus