Dalam
sebuah masa, sejarah terukir sebagai sistem yang tidak bisa dielakkan dalam
perjalanan hidup manusia. Bukan, bukan hanya dalam sebuah cerita, tetapi
sejarah mampu mengubah apa yang ada sekarang hingga apa yang akan terjadi
nanti. Di dalam Islam sejarah dikenal dengan yang namanya Tsurats yang berarti yang telah belalu atau yang telah terjadi,
sedangkan di dunia barat dikenal dengan istilah Histori, dan yang memiliki
nilai sejarah adalah historis. Dalam kacamata penulis, sejarah menentukan apa
yang akan terjadi pada seorang manusia, misalnya sejarah beragama dan sebab
memeluk sebuah agama. Agama adalah produk sejarah yang orang saat itu
mengatakan “ini agamaku” karena mereka telah melihat budaya yang ada didalam
agama tersebut. Tanpa melihat adanya budaya yang ada didalamnya manusia juga
tidak akan dapat menyimpulkan bahwa ini “baik” atau “buruk”, sehingga budaya
inilah yang akan menciptakan sebuah ideologi dan paradigma yang sangat
perspektif.
Dalam
hal ini sejarah menjadi tolak ukur sebuah kemajuan zaman, zaman yang akan
menjadi perbandingan dengan zaman sesudahnya. Masih teringat dengan perkataan “jeh enak zamanku to bro”, sebuah kata
yang sebenarnya tidak menjadi slogan akan tetapi memang ketika sebuah sejarah
itu diulang dan mendatangkan sebuah stigma yang dinilai positif walau hanya
oleh sebagian orang saja, maka mungkin sudah barang tentu akan menjadi sebuah
mata pisau yang akan mejadi perbandingan dengan zaman-zaman berikutnya. Sejarah
akan menjadi sesuatu yang menarik manakala sejarah menimbulkan sebuah nilai
yang masih dianut oleh pelaku kehidupan, manusia. Misalnya, sejarah Islam akan
masih sangat menarik ketika dibahas dan tidak akan pernah habis manakala
seorang manusia masih memeluk agama Islam, karena akan terus mengulang-mengulang
sejarah yang ada dan diceritakan hingga bergenerasi-generasi.
Dari
kacamata penulis, sejarah kehidupan ataupun sejarah apapun itu akan menjadi
sebuah hikmah yang dapat menjadi pijakan dalam bergerak, tidak jarang bahwa
sejarah menjadi landasan gerakan maupun pemikiran, pengalaman. Pengalaman yang
dimaksud bukan semata-mata pengalaman yang seolah-oleh terjadi kemarin, tetapi
pengalaman yang bernilai, itulah sejarah. Bukan hanya sekedar “aku pernah
mengalami” tetapi “aku pernah memahami” hal yang akan sangat berbeda dalam
sebuah tindakan. “mengalami” tidak akan masif dalam pengambilan keputusan
berdasarkan hikmah tersebut, tetapi jika sudah memahami maka sudah barang tentu
hikmah akan menjadi landasan berpikir yang sangat masif, bahkan tidak semata-mata
diingat tetapi dapat menjadi landasan dalam mengambil sebuah keputusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar