Dalam buku Gagasan-Gagasan Politik Gramsci dituliskan bahwa adanya
intelektual organik (organic intelectual) sebagai respon kaum intelektual
terhadap transdormasi sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Jika saya bisa
kaitkan dengan konsep dan gagasan Kuntowijoyo dalam pembagian intelektual maka
menurutnya ada yang dinamai intelektual pfofetik (prophetic intelectual). Yang
ketika saya mengambil kesimpulan maka ranah keduanya sangat sejalan dan
seiring. Intelektual profetik, muncul atass respon juga terhadap sebuah
fenomena dalam masyarakat sebagai dasar gerakan kaum intelektual. Konsepsi yang
diangkat oleh Gramsci adalah memberontakan pada sebuah penindasan oleh penguasa
yang dinilai tidak sesuai dengan kaidah sosial. hingga muncul dinamika sosial
dan perlawanan terhadap pemerintah, yang menjadikannya dipenjara dan
diasingkan, buku yang sudah diterjemahkan ini memiliki banyak kaidah gagasan
politik yang dapat diambil jalan tengah bahwa manusia sebagai maskhluk sosial
harus memiliki kepekaan terhadap apa yang ada disekitar.
Intelektual adalah hasil pikir, nalar dan logika yang dibuat dalam
sebuah wadah yang dinamakan konsep kecerdasan, atau nalar intelektual. Jika Kuntowijoyo
dalam Islam sebagai Ilmu, menerangkan bagaimana manusia bisa mengamalkan ilmu
dengan memalui berislam, karena Islam bukan semata sebuah dogma melainkan ilmu
yang harus diterapkan dalam kehidupan, sebagaimana konsepsi dan konsekuensi
aqidah yang telah dianutnya. Konsep Intelektual profetik ini lahir dengan tiga
dimensi yang menyelaraskan didalamnya. Tiga dimensi itu ialah dimensi
Intelektualitas, Transendensi, dan Humanitas. Masing-masing pembagian memiliki
konsepsi yang berbeda, Dimensi intelektualitas lebih menitik beratkan bagaimana
seorang bisa menjalankan misi intrelektualnya dalam kehidupan, intelektual itu
butuhkan yang dinamakan pembuktian, bagaimana tidak, seseorang akan dituntut
sebagai agen perubahan, agen misi pemecahan masalah. Intelektual buakan hanya
bagaimana manusia bisa memikirkan tetapi bagaimana manusia bisa bertindak dari
apa yang dipikirkannya. Inilah yang menjadi tantangan bagi seorang manusia yang
sudah dibekali Tuhan dalam hal kelogisan, nalar dalam menyelaraskan
perbuatannya dengan segenap tindakan yang bermakna penyelesaian. Nalar inilah
yang harus kritis, hingga akan muncul sebuah pengakuaan tentang kesadaran
kritis. Kesadaran dengan penggunaan analisis yang menggunakan berbagai sudut
pandang, melihat berbagai peristiwa secara mendalam, analis dan eksploris.
Kesadaran kritis inilah yang nanatinya akan melahirkan tindakan dan
solusinya. Dimensi yang kedua adalah dimensi Transendensi yang dimana sebuah
keyakinan sangat mempengaruhi tindakan didalamnya, karena dimensi ini adalah
dimensi yang berkaitan langsung dengan dimensi keTuhanan atau Ilahiah. Dimensi
yang didalam keyakinan muncul sebagai respon pertanggung jawaban atas apa yang
diucapkan, bukankah manusia pada saat peniupan ruh diambil kesaksian bahwa
Allah itu Esa, dan mengimani semua yang melingkupinya, tetapi saya tidak akan
membahasa dimensi keimana secara mendalam, hanya sebuah jalan bagaimana
konsekwensi keimanan atas Tuhan yang diberika kepada manusia. Konsekwensi dalam
sebuah Teologi sangat mungkin terjadi, bagaimana tidak seorang yang mengimani Tuhannya
akan melakukan apa yang Tuhannya perintahkan dan larang dalam kehidupannya. Konsekwensi
ini yang secara lahir akan dituntut dalam aksi nyata. Jika seorang yang mengaku
beriman kepada Tuhannya maka Ia akan melakukan aksi nyata sebagai bukti bahwa
Ia Iman dan taat pada Tuhannya. Dimensi transendental yang berarus vertikal
harus bisa seimbang dengan arus yang horisontal. Arus inilah yang menjadi bukti
sekaligus pembuktian kepada masyarakat yang lainnya. Inilah aksiologis dari
transendensi. Dan ini juga yang disebut dengan (Teologi Sosial). Aksi ini lebih
pada bagaimana mengenataskan permasalahan sosial dalam kehidupan, bagaimana
pengentasan kaum Mustadh’ifin (kaum lemah) menjadi terangkat, bagaimana
dengan kemiskinan menjadi teranagkat, kebodohan, kemelaratan, kejumudan
berfikir, menjadi kondisi ideal yang dituntut dunia kemasyarakatan.
Dimensi yang selanjutnya adalah dimensi Humanitas, dimensi yang menyangkut
langsung dengan bagaimana memanusiakan manusia, kondisi ideal yang dituntut
dunia sosial. Dimensi yang lebih berperan dalam masa-masa kaidah kemanusiaan
ini akan hadir seiringa bagaimana manusia bisa menyikapi realitas yang ada
didalamnya. Realitas inilah yang akan melahirkan tindakan-tindakan sosial
kemanusiaan. Hingga manusia bisa benar-benar melaksanakannya sebagai fungsi
kemanusiaan yang selama ini melekat dalam kehidupan manusia dan pundak
pemerintahan manusia.
Maka Manusia bukan hanya diam dam melihat atau sekedar memikirkan
tetapi manusia lebih harus datang sebagai penyelamat bagi siapa yang perlu
diselamatkan dan menjadi penolong bagi siapa yang perlu ditolong, maka
hakikatnya bagaimana memanusiakan manusia, memperlakukan manusia sebagai
makhluk berperibadatan dan mempunyai hak yang harus dilindungi, baik dalam
konteks kenegaraan atau hanya konteks terkecil yaitu kehidupan keluarga. (salam
Intelektual)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar