Minggu, 08 Juli 2018

Semanis Gagalnya Ta'aruf



Aku pernah bermimpi bahwa suatu ketika akan menapaki kehidupan baru yang tak mudah namun indah. Ya.. Pernikahan. Banyak cara untuk menuju gerbang pernikahan yang selalu diimpikan oleh setiap wanita. Mau cara yang baik atau yang buruk, yang halal atau yang haram. Misalnya banyak yang memilih untuk mencari istri melalui pacaran saja sebagai ajang untuk mengenal, walau akhirnya siapa tahu 5 tahun, 7 tahun, 1 tahun atau dalam hitungan bulan akan memutuskan untuk menyudahi (putus) dan mencari yang lain yang dianggap cocok. Dalam prosesnya sering jalan bareng, foto bareng, panggilan mesra, bahkan tak jarang melakukan hal yang dilarang. Tetiba waktu bosan dan merasa tidak cocok lalu ditinggalkan, bukan dengan kata maaf kita tidak cocok, namun tak jarang lebih pada kebencian dan kemarahan yang tersimpan dan bahkan berbuah penyesalan. Siapa yang akan tidak sakit hati jika ia ditinggalkan karena tidak cocok setelah menghabiskan banyak waktu untuk si doi?, pasti marah, jengkel dan rasanya mungkin ingin mencabik-cabik bahkan ingin mengulang ke titik dimana kita tidak bertemu si doi dan berpacaran dengannya. Ya... akhir dari cara yang buruk bisa jadi seperti itu. Namun ada juga yang berhasil sampai menikah dan langgeng karena menemukan ke cocokan yang diinginkan. Namun sahabat....pernikahan yang berkah juga harus dimulai dengan cara yang berkah juga bukan?, misalnya pacaran yang sampai pada pernikahan tentu dimulai dengan hal yang tidak berkah, pekerjaan rumah tambahan yang harus dilakukan adalah perbaikan bagaimana mengelola rumah tangga dengan baik, karena pacaran tak melulu membahaas tentang visi dan misi pernikahan tapi lebih pada rasa nyaman saja. 
Berbeda dengan yang satu ini, penulis yang belum menikah sudah mencoba satu langkah ini walaupun belum berhasil. Inilah yang ingin penulis share kepada sahabat semua. 
Ta'arufku adalah ikhtiarku....
Aku seorang wanita yang umurnya kini menginjak usia untuk menikah dari berbagai sudut yang dinilaikan padaku. Kadang penilaian itu yang mengantarkanku pada penerimaan beberapa tawaran untuk menikah. Aku tidak dapat memperkirakan pada umur berapa aku akan menikah, namun aku berpikir bahwa tidak ada salahnya aku mencobanya sekarang dan mempersiapkan diri untuk menikah. Suatu kali merancang data diri yang disertai dengan tujuan menikah, yang mencakup visi, misi menikah aku sejenak merenung untuk menuliskan setiap kata dan kalimatnya. Berat namun itulah keinginan dan harapanku kedepan. Bukan hal yang mudah memang membangun kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah sebagaimana dicontohkan Rasulullah, namun dari semuanya bisa belajar bagaimana akan membawa arah kehidupan rumah tangga dengan baik. Landasanku kini bukan seberapa jauh dan bagaimana diriku nanti menjalani rumah tangga tapi bagaimana aku memulai dan melandaskannya atas nama ibadah. Keyakinanku satu, ketika semua diniatkan ibadah maka ada yang akan senantiasa mengalir, yakni keberkahan, kedamaian, kebahagiaan dan yang terpenting adalah tidak melenceng dari dasar dan arah syariat memberikan kunci surga dalam rumah tangga. Ibadah mengarahkan pada kecintaan kepada Allah dan ketakutan akan siksanya. Perlu digaris bawahi bahwa dalam beribadah tak semata takut dosa namun karena cinta. Satu persatu lamaran datang dalam bentuk CV seorang ikhwan. Satu persatu aku pertimbangkan dalam istikharahku yang berharap Allah akan memberi gambaran jelas dan keyakinan aku memilihnya. Sahabat, entah apa yang Allah rencanakan atas kehidupanku bahwa aku menerima lamaran dari orang yang aku tidak kenal namun kami sudah pernah bertemu atau bahkan pernah melaksanakan kegiatan bersama. Aku tidak ingin mengatakan tidak bagi mereka yang mengirimkan proposal nadhar kepadaku, dan aku serahkan hasilnya kepada Allah, walau benar bukan aku yang menolak tapi ikhwan itu yang setelah bertemu denganku merasa kurang sreg. Aku bertanya mengapa dan apa sebab kurang sregnya namun aku selalu tidak mendapat jawaban pasti sebabnya apa. Merasa kecil iya, merasa rendah iya, merasa ditolak iya, merasa sakit iya, bahkan masih merasa harus belajar ikhlas sampai kini. Aku pernah bertemu salah satu ikhwan yang merasa bahwa aku sepaham dengannya soal menikah, soal bangunan rumah tangga yang akan dibangun bersama namun ia mundur tanpa kejelasan. Sahabat, aku pernah bertanya apakah aku ini tidak cantik?, tidak baik?, terlalu gendut?, terlalu pendek?, keluargaku kelas menengah?, atau pertanyaan yang lainnya tatkala rasa sakit itu muncul. 
Dalam setiap harapku aku selalu minta agar aku bisa ridha atas apa tyang ditetapkan kepadaku, bahkan dalam setiap nafas aku ingin melepaskannya namun aku seolah terjerat pada simpul yang mengekang pikiran dan hatiku. AllahuAkbar. 
Sahabat, ta'aruf ini bukan semata sebuah usaha kosongku namun sebuah ikhtiar bulat bagiku untuk menemukan serpihan hatiku, membersamaiku dalam hijrah dan bersama membangun istana surga dalam pernikahan. Namun ketika ikhtiarku belum menemukan hasilnya maka aku tidak akan menutup hatiku untuk mereka yang datang memberikan pemahamannya soal pernikahan. 
Ta'aruf ini aku persembahkan untuk diriku sendiri, sebagai lahanku untuk maju dalam ibadah, walau belum berhasil, Allah tidak akan menutup mata akan usahaku, karena jika aku disini merangkai usaha Allah juga yang akan mengukur seberapa aku pantas dan siap untuk mendapatkan setiap jawaban dari harapanku tersebut. Jelas, penerimaan ini tidak pahit namun akan berbuah manis, karena kegagalan ini akan mengantarkanku pada orang yang tepat, orang yang terbaik bagiku kini maupun kedepan, ia yang kini juga sedang berjuang, ia yang kini juga sedang merangkai mimpi, ia yang kini sedang bersemangat memperbaiki dirinya, menyiapkan dirinya untuk meniti kehidupan penuh onak dan duri namun indah, insyaAllah. 
Kini, aku mulai mengerti dengan semua rencana Allah yang masih menunda jawaban atas doaku, namun aku juga tak akan pernah lelah meminta. AKu ridho jika dengan belum terjawabnya doaku, aku masih diberi kesempatan menatap birunya langit, desiran ombak yang menenangkan, angin yang tak lelah menyejukkan, cahaya yang terang namun tidak silau, burung yang tak henti mengajak bercanda, air yang terasa dingin dan waktu ya yang terus mengukir asa. Aku selalu mengajak hatiku untuk bersyukur dan yakin bahwa setiap detik aku masih mendapat nikmat yang luar biasa dari Allah. 
JAdi, apa yang harus ditangisi dari kegagalan ta'aruf?, tidak ada, yang ada adalah motivasi, jadi lebih baik-lebih baik dan baik lagi. 
Allhu a'lam.

Rambu Materi Aqidah Akhlak X PTS Genap

  Malaikat adalah salah satu makhluk Allah yang diciptakan untuk membantu tugasNya dalam mengawasi manusia. Malaikat tidak daat dilih...