Minggu, 20 Januari 2019

'ARIYAH dan LUQATHAH



‘ARIYAH

                   A. ‘Ariyah (Pinjam Meninjam)
Secara Bahasa ‘ariyah diambil dari kata ‘aara yang artinya pergi dan datang secara cepat. Secara istilah ‘ariyah ialah memberikan suatu barang yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tanpa merusak zatnya, agar zat barang tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Dengan demikian yang dinamakan dengan ‘ariyah yang meminjamkan barang tanpa ganti rugi.

                  B. Landasan hukum pinjam meminjam
Landasan hukumnya ada dalam alQuran Surah al-Maidah ayat 2 yaitu

“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.
Kandungan ayat diatas bahwa menolong sesame manusia dalam hal kebaikan itu diperbolehkan asalkan tidak dalam keburukan. Sebab menolong keburukan akan berdampak pada diri kita sendiri. Awal hukum ‘ariyah adalah Sunnah, namun bisa berubah menjadi wajib, maupun haram. ‘Ariyah dapat menjadi wajib apabila kondisi sedang darurat untuk dilaksanakan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan kematian. ‘Ariyah dapat dihukumi haram jika meminjamkan pisau bukan untuk alat memasak namun untuk membunuh seseorang.
                 C.  Macam-macam ‘Ariyah
1.      ‘Ariyah Muqayyad yaitu bentuk pinjam meminjam ada batasannya. Dalam hal lain dibatasi dengan waktu atau tempat. Jika demikian jika yang meminjamkan sudah membutuhkan barangnya dan sudah mencapai batasan yang ditentukan maka si peminjam wajib mengembalikan barang tersebut.
2.      ‘Ariyah Mutlaq yaitu oinjam meminjam tanpa ada suatu batasan. Dalam hal ini peminjaman tidak ada batas tertentu yang mengikat

D. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
1.      Rukun : mu’ir (orang yang meminjamkan), mu’tasir (orang yang menerima pinjaman), mu’ar (benda yang dipinjamkan), akad atau ijab qabul.
-          Mu’ir (orang yang meminjamkan)
Ketentuannya yaitu orangnya sudah baligh, mendapat perizinan pemanfaatan barang, berstatus sebagai pemilik manfaat barang, akad ‘ariyah dilakukan atas inisiatif sendiri bukan karena paksaan.
-          Mu’tasir (orang yang menerima pinjaman)
Ketentuannya mendapat izin dari pemilik barang, berakal sehat, berhak untuk menerima pinjaman dan manfaatkan dari barang yang dipinjamkan, hanya memanfaatkan barang tersebut tanpa mengurangi nilai apalagi merusaknya, tidak berhak untuk memaksa, bertanggung jawab barang ketika rusak.
-          Mu’ar (Benda yang dipinjamkan)
Ketentuannya memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan, manfaatnya merupakan milik pihak mu’ir, pemanfaatannya legal secara agama, manfaat yang memiliki nilai ekonomis, pemanfaatannta tidak berkonsekuensi mengurangi fisik barang.
-          Ijab qabul. Seorang yang meminjam ada ijab qabul untuk menentukan perizinan penggunaan manfaat barang.
Adapun persyaratan ‘ariyah yaitu:
a.       Bahwa orang yang meminjamkan ‘ariyah adalah pemilik yang sah  atas barang itu, dan berhak untuk meminjamkannya
b.      Bahwa barang yang dipinjamkan memiliki manfaat
c.       Pemnafaatan barang tersebut diperbolehkan oleh agama, bukan untuk hal-hal yang dilarang.
                        E.      Kewajiban Peminjam
Kewajiban peminjam yaitu mengembalikan serta menjaga barang yang dipinjam dengan hati-hati dan tidak merusaknya. Namun dalam pandangan secara hati-hati dan tidak merusaknya. Namun dalam pandangan beberapa ulama menurut syafi’i dan Abu Hanifah pemberi pinjaman boleh untuk menarik kembali barang yang dipinjamkan jika ia menghendakinya.

                     F.      Mengembalikan barang pinjaman
Si peminjam memiiki kewajiban untuk mengembalikan barang pinjamannya jika ia telah sekesai memanfaatkan barang tersebut. Berdasarkan Q.S. An Nisa: 58:

58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

LUQATHAH
A.     Pengertian Luqathah
Luqathah menurut Bahasa berarti suatu barang yang ditemukan sedangkan menurut istilah adalah harta atau barang yang didapat atau ditemukan di suatu tempat dan tidak diketahui pemiliknya untuk disimpan dan dimiliki sesudah diumumkan terlebih dahulu. Bagi orang yang menemukan barang hendaknya ia mengamankan dan menyimpannya. Jika diumumkan dalam jangka waktu tertentu, kemudian tidak ada yang mengakuinya atau tidak diketahui pemiliknya maka barang tersebut menjadi milikorang yang menemukan.
B.     Hukum Mengambil Luqathah
Hukum pengambilan luqathah dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya. Diantara hukum tersebut yaitu:
1.      Wajib, yakni wajib mengambil barang temuan bagi penemunya, apabila orang tersebut percaya bahwa dirinya mampu mengurus benda-benda temuan tersebut dengan sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan berat bila benda-benda itu tidak diambil maka akan hilang sia-sia atau dimanfaatkan oleh yang tidak bertanggung jawab.
Sesuai firman Allah:
71. dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. (Q.S. At Taubah: 71)
Oleh karena itu setiap kaum muslimin wajib menjaga kekayaan sebagian kaum mukmin yang lainnya.
2.      Sunnah, Mengambil barang temuan bagi penemunya apabila orang tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya tetapi bila tidak diambilpun barang-barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia.
3.      Makruh, Imam Malik dan kelompok Hanabilah juga sepakat bahwa memungut barang temuan itu hukumnya makruh, alasannya adalah karena seorang tidak dibolehkan mengambil harta saudaranya serta dikhawatirkan orang yang mengambil itu bersifat lalai menjaga dan memberitahukannya.
4.      Haram, bagi orang yang menemukan suatu benda kemudian dia mengetahui bahwa dirinya sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak dapat memelihara barang tersebut. Memungut luqathah juga haram, jika dilakukan ditanah haram, apabila seseorang memungut luqhatah dengan berniat memilikinya, dia harus mengganti karena dia telah bertindak lalai. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah “’Barang yang jatuh di Tanah Haram Makkah, tidak halal kecuali bagi orang yang hendak mengumumkannya” (H.R. Bukhari Muslim)
5.      Jaiz atau Mubah, jika luqathah ditemukan di bumi tak bertuan atau dijalan yang tidak dimiliki seseorang atau di selain tanah haram Makkah.

9 komentar:

Silahkan Berkomentar

Rambu Materi Aqidah Akhlak X PTS Genap

  Malaikat adalah salah satu makhluk Allah yang diciptakan untuk membantu tugasNya dalam mengawasi manusia. Malaikat tidak daat dilih...