Minggu, 28 September 2014

Gagasan Intelektual


Dalam buku Gagasan-Gagasan Politik Gramsci dituliskan bahwa adanya intelektual organik (organic intelectual) sebagai respon kaum intelektual terhadap transdormasi sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Jika saya bisa kaitkan dengan konsep dan gagasan Kuntowijoyo dalam pembagian intelektual maka menurutnya ada yang dinamai intelektual pfofetik (prophetic intelectual). Yang ketika saya mengambil kesimpulan maka ranah keduanya sangat sejalan dan seiring. Intelektual profetik, muncul atass respon juga terhadap sebuah fenomena dalam masyarakat sebagai dasar gerakan kaum intelektual. Konsepsi yang diangkat oleh Gramsci adalah memberontakan pada sebuah penindasan oleh penguasa yang dinilai tidak sesuai dengan kaidah sosial. hingga muncul dinamika sosial dan perlawanan terhadap pemerintah, yang menjadikannya dipenjara dan diasingkan, buku yang sudah diterjemahkan ini memiliki banyak kaidah gagasan politik yang dapat diambil jalan tengah bahwa manusia sebagai maskhluk sosial harus memiliki kepekaan terhadap apa yang ada disekitar.
Intelektual adalah hasil pikir, nalar dan logika yang dibuat dalam sebuah wadah yang dinamakan konsep kecerdasan, atau nalar intelektual. Jika Kuntowijoyo dalam Islam sebagai Ilmu, menerangkan bagaimana manusia bisa mengamalkan ilmu dengan memalui berislam, karena Islam bukan semata sebuah dogma melainkan ilmu yang harus diterapkan dalam kehidupan, sebagaimana konsepsi dan konsekuensi aqidah yang telah dianutnya. Konsep Intelektual profetik ini lahir dengan tiga dimensi yang menyelaraskan didalamnya. Tiga dimensi itu ialah dimensi Intelektualitas, Transendensi, dan Humanitas. Masing-masing pembagian memiliki konsepsi yang berbeda, Dimensi intelektualitas lebih menitik beratkan bagaimana seorang bisa menjalankan misi intrelektualnya dalam kehidupan, intelektual itu butuhkan yang dinamakan pembuktian, bagaimana tidak, seseorang akan dituntut sebagai agen perubahan, agen misi pemecahan masalah. Intelektual buakan hanya bagaimana manusia bisa memikirkan tetapi bagaimana manusia bisa bertindak dari apa yang dipikirkannya. Inilah yang menjadi tantangan bagi seorang manusia yang sudah dibekali Tuhan dalam hal kelogisan, nalar dalam menyelaraskan perbuatannya dengan segenap tindakan yang bermakna penyelesaian. Nalar inilah yang harus kritis, hingga akan muncul sebuah pengakuaan tentang kesadaran kritis. Kesadaran dengan penggunaan analisis yang menggunakan berbagai sudut pandang, melihat berbagai peristiwa secara mendalam, analis dan eksploris.
Kesadaran kritis inilah yang nanatinya akan melahirkan tindakan dan solusinya. Dimensi yang kedua adalah dimensi Transendensi yang dimana sebuah keyakinan sangat mempengaruhi tindakan didalamnya, karena dimensi ini adalah dimensi yang berkaitan langsung dengan dimensi keTuhanan atau Ilahiah. Dimensi yang didalam keyakinan muncul sebagai respon pertanggung jawaban atas apa yang diucapkan, bukankah manusia pada saat peniupan ruh diambil kesaksian bahwa Allah itu Esa, dan mengimani semua yang melingkupinya, tetapi saya tidak akan membahasa dimensi keimana secara mendalam, hanya sebuah jalan bagaimana konsekwensi keimanan atas Tuhan yang diberika kepada manusia. Konsekwensi dalam sebuah Teologi sangat mungkin terjadi, bagaimana tidak seorang yang mengimani Tuhannya akan melakukan apa yang Tuhannya perintahkan dan larang dalam kehidupannya. Konsekwensi ini yang secara lahir akan dituntut dalam aksi nyata. Jika seorang yang mengaku beriman kepada Tuhannya maka Ia akan melakukan aksi nyata sebagai bukti bahwa Ia Iman dan taat pada Tuhannya. Dimensi transendental yang berarus vertikal harus bisa seimbang dengan arus yang horisontal. Arus inilah yang menjadi bukti sekaligus pembuktian kepada masyarakat yang lainnya. Inilah aksiologis dari transendensi. Dan ini juga yang disebut dengan (Teologi Sosial). Aksi ini lebih pada bagaimana mengenataskan permasalahan sosial dalam kehidupan, bagaimana pengentasan kaum Mustadh’ifin (kaum lemah) menjadi terangkat, bagaimana dengan kemiskinan menjadi teranagkat, kebodohan, kemelaratan, kejumudan berfikir, menjadi kondisi ideal yang dituntut dunia kemasyarakatan.
Dimensi yang selanjutnya adalah dimensi Humanitas, dimensi yang menyangkut langsung dengan bagaimana memanusiakan manusia, kondisi ideal yang dituntut dunia sosial. Dimensi yang lebih berperan dalam masa-masa kaidah kemanusiaan ini akan hadir seiringa bagaimana manusia bisa menyikapi realitas yang ada didalamnya. Realitas inilah yang akan melahirkan tindakan-tindakan sosial kemanusiaan. Hingga manusia bisa benar-benar melaksanakannya sebagai fungsi kemanusiaan yang selama ini melekat dalam kehidupan manusia dan pundak pemerintahan manusia.

Maka Manusia bukan hanya diam dam melihat atau sekedar memikirkan tetapi manusia lebih harus datang sebagai penyelamat bagi siapa yang perlu diselamatkan dan menjadi penolong bagi siapa yang perlu ditolong, maka hakikatnya bagaimana memanusiakan manusia, memperlakukan manusia sebagai makhluk berperibadatan dan mempunyai hak yang harus dilindungi, baik dalam konteks kenegaraan atau hanya konteks terkecil yaitu kehidupan keluarga. (salam Intelektual)

Minggu, 21 September 2014

Manusia Sebagai Makhluk

Seketika nyawa sirna sedang ruh masih setia, karena sifatnya yang kekal abadi dalam setiap alam.
Manusia yaang memiliki alam yang berbeda dengan janji Tuhan dalam kandungan hingga akan dipertanggungjawabkan sampai saat pembalasan. Maka Ruh manusia yang akan membawa kebahagiaan atau kesengsaraan dalam setiap hidupnya. Hakikat Ruh adalah makhluk sedang makhluk adalah ciptaan. Kaidah ciptaan adalah sebuah ketundukan, kepatuhan dan kepasrahan, lalu kenapa begitu ngeyel atas apa yang Tuhan titahkan?. Bukankah matahari selalu tunduk?, alam selalu tunduk?, kenapa manusia tidak bisa tunduk?. Maka logika yang akan menjawab kenapa tidak bisa tunduk, karena sifat logisnya tidak bisa menerima segala sesuatu yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya. Logika?.

Nyanyian Jiwa

Karena jiwa itu berbeda dengan nyawa,
Biarkan saja saya nyaman dengan jiwa saya yang selalu memberontak, biarkan saya menikmati haluan permainan yang Tuhan titahkan padaku, jiwaku butuh berdamai dengan takdir, jiwaku butuh bersahabat dengan garis Tuhan, maka saat itulah jiwa akan dengan tangan tebuka mampu menerima apa yang dijatahkan dan ditakdirkan. Maka inilah pelampiasan, bukan untuk menyesali tetapi biarkan ini menjadi obat saat nyawa melekat tetapi jiwa sekarat. Maka aku akan hidupkan jiwa kembali dari tidur panjang dengan ambisi yang sempat disamarkan dengan rayuan yang menjerat erat membunuh skema hidup sampai tersedat. Aku yang ingin hidup dalam realitas, membuka mata dengan realistis, selalu bernafas dalam kolam hidup menjadi idealis yang realistis.

Coretan Ahad Pagi 1

Ada yang saya selalu ingat tentang buku yang mungkin umurnya sudah seumuran denganku sekarang, "Sejarah Tuhan" buku yang sudah lama dikenal namun baru beberapa tahun silam aku merasa tertarik untuk membaca, walau butuh berbulan-bulan untuk bisa memahaminya bukan karena tebal buku tetapi karena kemampuan memahami alur konsepsi penulis, maklum karena dulu tidak tertarik dengan buku-buku secorak.Buku yang mengulas bukan seperti judulnya "Sejarah Tuhan" yang mengupas mengenai bagaimana Tuhan berasal dan asal usulnya, saya kira bagaimanapun pandainya seseorang tidak akan bisa mengupas itu, akan tetapi menurut saya buku itu lebih menekankan mengenai konsepsi bagaimana manusia dengan peradabannya mulai mengenal dan bersinggungan dengan sesuatu yang metafisik. Sehingga konsepsi manusia mengarah pada "Ada Tuhan Dibalik Hidup Manusia". Kebudayaan, keyakinan, dan teologis seorang manusia berada didalam proporsi-proporsi bagaimana manusia mengenal keimanan dirinya terhadap Tuhannya. Rasa keimanan yang mengagungkan nama Tuhan, munculnya rasa Takut dan tunduk, benar manusia hidup berbekal itu bukan?, bahkan mungkin banyak hal lain yang mendasari bagaimana manusia hidup, jelas bahwa manusia hidup sebagai makhluk yang berdaya spiritual. (sudahlah)Secara langsung atau tidak, hal yang saya ingat setelah saya simpulkan secara pribadi adalah konsepsi diri manusia yang taat dan patuh, yakin, takut, ketundukan adalah sebuah naluri hidup manusia. Manusia mengenal dirinya sebagaimana ia tidak ingin dirinya terluka, menghias dirinya untuk tampak cantik, rapi, menarik. Yaa, semacam itulah manusia mengenal Tuhannya. Asal Tuhan yang ada didalam dirinya tentu saja bagaimana asal keyakinan dalam dirinya, entah dengan siapapun. Manusia akan memperindah hidupnya saat ia percaya ia baik-baik saja, dan manusia akan sangat percaya pada Tuhannya saat ia merasa nyaman bersama Tuhannya. Dan mau tidak mau konsepsi ini akan selalu berubah tergantung bagaimana manusia memahami konteksnya. Saya mengatakan tergantung konteksnya karena pandangan manusia sangat subjektif, bahkan nilai keimanan itu juga subjektif tapi realitas ketuhanan itu objektif, kenapa begitu?, menurut saya Tuhan itu ada, Tuhan itu selalu hidup, tidak akan mati, Tuhan akan ada didalam jiwa manusia, bahkan konsepsi "penolakan" pada Tuhan akan hilang. Tetapi membicarakan ini tidak akan habis karena sadar atau tidak Tuhan telah menentukan masa depan kita, kebudayaan kita, aturan kehidupan kira, peradaban kita dengan firman-firmannya.Ini tulisan secara pribadi saya menanggapi apa yang pernah saya baca beberapa waktu silam, hingga saya kaitkan dengan dasar perlakuan manusia terhadap dirinya, maka ia akan memberlakuakn dirinya sejauh dirinya mengenal dirinya sendiri. Maka kenalilah Tuhan kita maka kita akan mengenal diri kita, dan ketika kita sudah mengenal diri kita maka kita akan perlakukan diri dengan baik, bukan hanya perlakukan diri tetapi kita akan perlakukan orang lain dengan baik pula. Dari Tuhan untuk manusia.

Senin, 08 September 2014

Surat Untuk Kasim 1

Bagaimana aku bisa lupa, padahal aku begitu mencintaimu. Aku berikan semuanya untukmu sedang kau tak inginkan aku lagi berada di sisimu,Kasim. Kau yang dulu melamarku kan?. Kau yang dulu aku kenalkan pada Ibu dan Ayahku bertahun-tahun silam. Kau yang merayuku dengan kata-kata cinta dan kini aku orang asing bagimu. Tutur bahasamu tak lagi sama seperti dulu saat Kau katakan kau ingin menikahiku, kini semua berbeda Kasim, Kau usir akudengan kata-katamu tak lagi mencintaiku, Kau tahu Kau yang menghancurkan hatiku, diriku bahkan keluargaku, Kau tahu Kasim?.
Aku yang masih mencintaimu mengingat bagaimana dirimu meminangku, dan kini Kau robohkan hatiku yang Kau bangun bertahun-tahun diatas kepercayaan,hingga aku harus sadar kau bukan lagi orang yang menginginkanku. Aku tidak mau mengemis cinta padamu karena aku merasa cukup batinku dan ragaku kau ciderai dengan serpihan kedustaan dan pengkhianatan.Kini Kasim, surat ini menegaskan bahwa Aku tidak akan lagi berharap padamu. Mungkin inilah saatnya aku untuk terus berproses menjadi diriku, melihat bagaimana keluargaku memulihkan luka atas kelakuanmu. Sekian Kasim.
Sajak Suara
Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
Mulut bisa dibungkam
Namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
Dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
Suara itu tak bisa dipenjarakan
Disana bersemayam kemerdekaan
Apabila engkau memaksa diam
Aku siapkan untukmu: pemberontakan
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
(Widji Thukul)

Rambu Materi Aqidah Akhlak X PTS Genap

  Malaikat adalah salah satu makhluk Allah yang diciptakan untuk membantu tugasNya dalam mengawasi manusia. Malaikat tidak daat dilih...