Rabu, 07 Februari 2018

Humanisme Pendidikan


Pendahuluan
Akhir-akhir ini dunia pendidikan Indonesia sedang menjadi sorotan tajam. Kasus penganiayaan berbuntut hilangnya nyawa seorang guru di salah satu sekolah negeri berbuntut pada hilangnya sebuah kesadaran akan nilai pendidikan. Kasus lain dapat dilihat saat munculnya berbagai kekerasan baik fisik, seksual oleh seorang guru. Kondisi yang demikian itu bukan semata karena persoalan moral dan etika, namun ada unsur kesadaran yang tidak terbangun dari sebuah nilai yang bersifat mutlak (wahyu/Alquran). Konsep Iqra' dalam memahaminya menjadi hilang bahkan tidak dapat memaknainya dengan baik. Berawal dari tidak memahami, memaknai sehingga menjadikan setiap jengkal kehidupan menjadi hambar tanpa nilai. Kontekstualisasi pendidikan yang mengalami disoriented dan lebih menekankan aspek materi dibandingkan spiritualitas (Kamal, 2018). Disorientasi ini sudah terjadi dan menjadi penyakit, dengan adanya sekolah unggul dan standardisasi nilai, menjadikan pola pendidikan yang tidak sehat. Tidak ada kepedulian tentang aspek spiritualitas namun yang menjadi fokus hanya pencapaian nilai yang harus memenuhi KKM (Kriteria Kelulusan Minimal). Minimnya akhlaq dalam penyampaian materi, yang tanpa diselipkan bahkan tidak ditekankan dalam penerapan kehidupan sehari-hari menyebabkan tujuan pendewasaan dalam pendidikan tidak tercapai dengan baik. Konsepsi pendewasaan dapat dimaknai sebagai proses pengambilan keputusan benar dan salah, baik dan buruk. Konsep munculnya spiritualitas dapat dimulai dari skema berikut ini menurut PP Muhammadiyah dalam Membangun Pendidikan Muhammadiyah:
1. Masalah dan tantangan -----radar hati-----orientasi spiritulisme tauhid-----emosi terkendali (tenang, damai)-----god spot terbuka-----suara hati spiritual bekerja-----logika berjalan normal-----IQ, SQ, EQ-----Mata kecerdasan.
2. Masalah dan tantangan-----orientasi materialisme-----emosi tidak terkendali (marah, sedih, kesal)-----god spot tertutup-----logika tidak bekerja normal-----IQ, SQ, EQ berjalan secara terpisah.
Kedua cabang itu menggambarkan bahwa ada yang hilang yakni pelibatan hati juga orientasi yang digunakan dalam memaknai masalah dan tantangan sebagai wujud proses penanaman kedewasaan sehingga melahirkan manusia paripurna sebagaimana tujuan pendidikan. Dalam kerangka spiritualisme dapat mengacu pada pemaknaan keilmuan yang menyeluruh tanpa dikotomisasi. Hati melihat melalui hikmah yang masuk dan dicerna sebagai kebijaksanaan dan hati juga menempatkan dirinya untuk dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh akal. Bukan hal yang mudah memaknai segala sesuatu melalui hati karena hati bekerja berdasarkan pemahaman ilham. Spiritualitas yang terbina dengan baik akan menjadikan emosi terkendali karena setiap keputusan diambil secara seimbang dan menghadirkan ketenangan dan kedamaian. Kedamaian, ketenangan tersebut menghindarikan diri seseorang terjauh dari kecongkakan, keserakahan, kesombongan dan menuntun pada kebaikan karena titik Tuhan pada diri manusia terbuka. Terbukannya God Spot itulah yang akan menghadirkan ketundukan, kepatuhan, jiwa yang merasa takut akan dosa, kehati-hatian dan mawas diri. God spot tersebut melahirkan suara hati spiritual yang memancing logika berjalan secara normal dan tidak begitu menggebu dalam hal-hal yang dinilai menarik baginya namun tidak memberikan manfaat bagi manusia yang lain maupun umat pada umunya. Intelektual, spiritual, emosional muncul secara penuh dan menyatu dan melahirkan mata kecerdasan yang hidup dalam sebuah pribadi. 
Berbeda dengan cabang yang kedua yakni jika materialisme sebagai orientasinya sungguh pembawaan logika akan berjalan begitu pragmatis dan cenderung berbuat kesimpulan yang berdasarkan pada pandangan sementara. Kekuatan materi yang begitu kuat akan mengarahkan pada capaian-capaian individu yang apabila capaian tidak sesuai pada keinginan individu maka akan menuntunnya pada perbuatan yang cenderung destruktif (merusak) karena logika yang berjalan tidak normal. Pola kecenderungan destruktif itu melahirkan God Spot yang tertutup dengan segala pola yang menyertainya karena tidak ada ketakutan dan ketundukan yang meliputi dirinya, sehingga intelektual, spiritual, emosional tidak dapat terbangun dengan baik, sehingga tidak memunculkan manusia paripurna yang dewasa dan memiliki kecenderungan nilai. 
A. Humanisme Pendidikan
Pendidikan yang memanusiakan manusia dapat dimulai dengan memahami karakter setiap pelaku pendidikan baik itu guru sebagai sumber pengetahuan, siswa sebagai objek pendidikan dan kurikulum sebagai bentuk pendidikan.
1. Guru Sebagai Sumber Pendidikan
Guru menjadi sumber pengetahuan dan nilai bagi peserta didik. Ia berdiri sebagai penyampai materi yang menyampaikan pengetahuan, sehingga darinyalah segala bentuk siswa yang akan dicetak bersumber. Persoalan yang muncul pada masa kini adalah guru bukan satu-satunya sumber belajar bagi siswa karena munculnya internet yang bahkan dapat menjawab pertanyaan yang guru tidak dapat menjawab pertanyaannya. Apabila dicermati penulis tidak menggunakan istilah guru sebagai satu-satunya sumber pendidikan karena konsepsi pengetahuan dengan pendidikan berbeda. Pengetahuan tidak dapat menjadikan manusia menempati derajat dewasa namun pendidikan mampu. Guru sebagai sumber pendidikan bukan hanya sebatas menyampaikan materi pengetahuan namun menyampaikan nilai dengan keteladanan. Dapat diperhitungkan bahwa capaian pendidikan tanpa nilai dan keteladanan dan hanya mengandalkan pengetahuan maka siswa yang mana yang akan berbuat baik jika si guru tidak berbuat baik. Transformasi pendidikan yang muncul sebagai dasar pencapaian tujuan menjadi alasan bahwa setiap pendidikan harus mampu menempatkan dirinya sebagai langkah pemecah persoalan (solusi). Guru menjadi penyeimbang yang berperan penting dalam ketercapaian tujuan pendidikan karena guru adalah filter yang mampu memberikan pemahaman dalam memahami sesuatu yang tidak disertai penjelasan. Internet melahirkan manusia instan yang hanya mampu membaca menuli namun tidak paham. Kontekstualitas internet yang mencakup hal yang beraneka ragan, bukan hanya hal yang bersifat positif, namun hal yang negatif juga bahkan jauh lebih dominan. Guru tidak dapat menutup mata dan mengingkarinya sehingga mau atau tidak mau, suka atau tidak suka guru harus melek gadget. Guru memahamkan siswa bahwa hal ini, hal itu tidak sesuai norma dan tidak boleh menjadi ajaran dan diterapkan dalam kehidupan. Guru dengan keteladannya mampu menyentuh hati dan sanubari yang dirasakan peserta didik sehingga idola yang dimiliki bukan artis namun gurunya disekolah. Guru menjadi teman yang merangkul bukan menghakimi apalagi melukai peserta didik. Ilmu dan nilai diberikan guru secara seimbang dan tidak mendeskriditkan salah satunya. 
2. Siswa Sebagai Objek Pendidikan 
Sasaran utama pendidikan adalah siswa sebagai generasi penerus bangsa yang akan dibentuk berdasarkan pola pendidikan yang berlangsung. Siswa harus dibentuk melalui pendidikan dan pendidikan tersebut akan membangun karakter yang diinginkan setiap jenjang peserta didiknya. Dalam psikologi pendidikan siswa diibaratkan kertas putih yang masih kosong sehingga ia menjadi satu-satunya media untuk menuliskan berbagai tujuan dan watak yang akan dibentuk. Siswa sebagai objek pendidikan memiliki arti yang lebih spesifik adalah berbagai tumpahan ilmu pengetahuan dan nilai adalah siswa. Kesadaran penuh yang harus dimiliki adalah bahwa siswa merupakan makhluk yang dinamis yang diberi akal untuk perkembangan dirinya dan perkembangan lingkungan sekitarnya. Siswa bukanlah robot yang bahkan bisa dibentuk dengan kasar dan hal yang dapat membatasi perkembangannya. Dinamisnya akal menjadikan siswa tidak perlu dipaksa sedemikian rupa bahkan dengan kekerasan untuk mampu memenuhi tugas tertentu, namun lebih pada membimbing dan memfasilitasi setiap daya pikir yang dikembangakannya. Siswa dengan kelebihannya dapat dikembangkan sehingga mampu menunjang kehidupannya dimasa mendatang dan memberikan nilai kemanfaatan bagi lingkungan sekitarnya dan masyarakat pada umumnya. 
3. Kurikulum Sebagai Bentuk Pendidikan
Dalam membentuk siswa sebagai objek pendidikan maka dibutuhkan cetakan yang akan membentuknya dalam bentuk kurikulum pendidikan. Kurikulum adalah landasan bagaimana proses pendidikan dan segala aktivitasnya dapat dilaksanakan. Mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi disana. Proses pembelajaran dalam pendidikan harus menampilkan karakter yang akan dibangun sehingga mampu mengetahui aspek spiritual, intelektual dan emosional (afektif, psikomotorik, dan kognitif) yang masuk didalamnya. Kurikulum hendaknya dibangun berdasarkan jangka panjang arah pembentukan bangsa. Kemajuan suatu negara tentu salah satunya adalah aspek pendidikan. Kurikulum sebagai manifestasi cita-cita yang hendak dicapai dalam proses pendidikan yang disejajarkan berdasarkan jenjang pendidikannya. Kurikulum yang menjadi acuan harus mampu menjawab kebutuhan dan disusun secara dinamis sedinamisnya manusia atau siswa yang menjadi objek penerima kurikulum dan guru sebagai pelaksananya. Kurikulum yang dibangun harus atas dasar humanisme karena dengan dasar tersebut akan menuntun pelaksanaannya dengan manusiawi
B. Humanisme Pendidikan Sebagai Solusi Persoalan Pendidikan
Hilangnya nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan dapat disebabkan karena proses memanusiakan-manusia yang tidak berjalan dengan baik dan sempurna. Humanisme pendidikan dapat menjadi solusi persoalan tersebut karena humanisme mengusung memberdayakan siswa (peserta didik) dan mengembangkan kemampuan serta kompetensi yang dimilikinya. Humanis berarti mendampingi dengan sepenuh jiwa bahwa proses pendidikan mencerminkan pendayagunaan dan pembebasan bukan hanya sebatas pengisian. Spirit pembebasan inilah yang dibawa sebagai bukti bahwa manusia dapat berkembang dan dapat berdaya guna ketika kebodohan, kemiskinan dan bentuk kelemahan dapat dihilangkan dan digantikan dengan kekuatan yang membangun dirinya. Konsep memanusiakan manusia sepenuhnya dilaksanakan dengan kesadaran pertumbuhan akal yang dimiliki oleh manusia sehingga ia mampu mentadabburi dirinya sengan baik. Meminjam istilah al Ghazali bahwa pengetahuan dan nilai itu dibangun atas dasar 2 hal yakni yang bersifat fardhu 'ayn dan kifayah. Perbedaan keduanya terletak pada kewajiban mempelajari ilmu agama, ilmu dasar bahasa adalah wajib, sedangkan ilmu yang tidak wajib adalah keilmuan yang sifatnya dapat diwakilkan oleh orang lain. Paradigma ini membawa manusia pada puncak berpikir bahwa dalam setiap proses pendidikan harus menerapkan aspek pembebasan. Humanisme yang dibangun menjadi pondasi dalam menanamkan nilai dan karakter sehingga akan berbanding lurus antara pengetahuan yang dimiliki dengan kualitas sikap yang dibangun. Cerdas dalam ilmu pengetahuan namun juga cerdas memaknai agamanya, dan sikapnya. Proses yang mendampingi, memelihara, memberdayakan tentu membentuk pribadi peduli dan berkembang sesuai jati dirinya. Lahirnya manusia beradab jika dalam latar belakang pendidiknya juga beradab, maka nilai kesusilaan muncul sebagai jawaban sekaligus kebutuhan yang senantiasa dibangun. Hal ini meminimalisir adanya penyimpangan moral dan etika yang terjadi dikalangan pendidik maupun peserta didik.

Referensi : 
1. Faturrahman Kamal, Lc., 2018, 19 Januari dalam Seminar Pesantren
2. Buku PP Muhammadiyah membangun Pendidikan Muhammadiyah
3. Imam Suprayogo dalam Paradigma Pengembangan Keilmuan di Perguruan Tinggi

Tulisan ini ditulis dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran sederhana akan persoalan pendidikan di Indonesia.

Selasa, 06 Februari 2018

Muhammadiyah (Selayang Nilai Yang Mencerminkan Keabadian)




Memelihara Nafas Perjuangan Muhammadiyah
Muhammadiyah berdiri pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan 18 November 1912 M di Yogyakarta oleh Muhammad Darwis atau yang jauh lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan. Faktor yang mempengaruhi pendiriannya lebih besar menyangkut masalah aqidah, pendidikan, ekonomi yang pada masanya Dahlan merasa banyak hal yang harus diperbaiki. Masyarakat dengan keyakinan Islamnya namun belum mampu menerapkan keIslaman yang sebenarnya karena masih tercampur dengan penyakit bid'ah, tahayul dan khurafat. Keyakinan yang semacam itu harus dimusnahkan dari tubuh umat Islam yang notabene masyarakat dengan ajaran yang jelas, sumber yang jelas yakni Alquran dan hadits sebagai acuan dalam berbuat dan beribadah. Kondisi tersebut tentu akan membuat umat Islam jauh lebih tertinggal dibandingkan dengan umat yang lain. Kemiskinan dan kemelaratan ekonomi juga menjadi faktornya dimana sebagian besar masyarakat Islam terserang miskin karena penjajahan dan kurang perhatian pada potensi ekonomi dilingkungan sekitarnya yang hanya cukup menjadi pembantu orang belanda. Faktor pendidikan menjadi penting untuk dijadikan landasan berdirinya karena kebodohan dan rendahnya tingkat pendidikan tentu menjadikan masyarakat jauh lebih mempercayai orang pintar (dukun) dibanding dengan ilmiahnya ilmu pengetahuan. Apabila dalam kacamata pribadi Dahlan kita bisa melihat bahwa pemikirannya begitu cerdas dan melebihi kemampuan pemuda Kauman waktu itu. 
Muhammadiyah menggerakkan nafas juangnya melalui berbagai cara dan dimensi kehidupan manusia, dari pendididikan, ekonomi, kesehatan, dakwah dan lain sebagainya. Bahkan Muhammadiyah menempatkan dirinya sebagai organisasi yang begitu jeli dengan kritik pada negara denga jihad politiknya. Sebagai organisasi besar di Indonesia Muhammadiyah tidak memihak pada pemerintah ataupun rakyat. Artinya mana kebijakan yang patut didukung dengan segala pemikiran kemanfaatan dan kebenaran itu yang dijunjung. 
A. Semangat Gerakan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Gerakan dakwah bukan lagi hanya persoalan mimbar dan teks tertulis tentang keagamaan saja karena kini dakwah jauh harus lebih terbuka. Meminjam istilah Dr. Abdul Mu'ti bahwa berdakwah itu harus diciptakan dari ulama yang faham ilmu dan mencerahkan. Dakwah yang diusung adalah amar ma'ruf nahi munkar artinya perlu untuk terus berkembang menegakkan kebaikan dan menjauhi suatu perkara yang bathil. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu Muhammadiyah untuk merevitalisasikan dirinya menciptakan gerakan dakwah yang bukan hanya anentertainment (menghibur) namun juga anlightment (mencerahkan). Konsep dakwah ini dibawa dalam membangun seluruh wilayah pendidikan dengan terus mengupayakan munculnya kader-kader dari lembaga pimpinan Muhammadiyah. Abdul Mu'ti dakam paparannya mengenai kader dakwah Muhammadiyah yaitu:
1. Kader Mujtahid
kader yang merupakan kader dengan penguasaan keilmuan dengan sangat integratif dan interkonektif antara keilmuan umum dan agama. keserasian yang dibagun kader Mujtahid difungsikan sebagai pencerahan dan penggambaran atas jawaban persoalan-persoalan yang muncul di era kekinian. Kader dengan wawasan keilmuan ini diharapkan untuk mampu memberikan jawaban namun disertai dengan alasan rasional yang mampu diterima oleh jamaah atau audience nya. kapasitasnya yang mapu secara profesional, membangun dan memimpin, menggerakkan massa, konkretisasi, aktualisasi, objektivikasi juga mampu meregenerasi. Hal ini juga yang menjadi fokus kader dengan sebaik-baiknya mujtahid. 
2. Kader Mubaligh
Kader ini adalah kader yang memahami fatwa dengan dalil (konten knowladge), dengan bahasa yang mencerahkan juga menarik. Tantangan yang ada dimasa kini adalah konsistensi kader yang siap untuk menulis di media dengan muatan amar ma'ruf nahi munkar dengan bahasa yang ringan sehingga mampu diterima oleh pembaca secara umum.
3. Kader Makmum
Kader ini adalah penyokong dari setiap aktivitas organisasi, sehingga tidak jarang kader ini begitu sangat dibutuhkan untuk kelangsungan acara dan lancarnya kegiatan.
Dakwah amar ma'ruf nahi munkar bukan sebuah cita-cita atau aktivitas yang mustahil dilakukan dijaman sekarang. Pokok terpentingnya ada pada konsistensi dan keterbukaan dakwah pada media dengan cara yang modern, kreatif dan inovatif. Apabila mengingat sebuah penyataan "Muhammadiyah nek le ngaji wis ilang yo uwis rampung" (Muhammadiyah kalau kajiannya hilang maka akan berakhir". Kekuatannya ada pada dakwah yang senantiasa digaungkan baik dengan lisan, perbuatan maupun tulisan.
B. Mendayagunakan Kader
Kader adalah masa depan persyarikatan. Maka hari esok kita akan menjadi seperti apa tergantung bagaimana kita mengelola kader yang ada di tataran grassroot. Jika persoalannya muncul dari krisis kader itu adalah sebuah pesimisme saja, karena jika dilihat dan dihitung berapa jumlah sekolah Muhammadiyah yang tersebar, perguruan tingginya yang membesar, jumlah anak disetiap keluarga Muhammadiyah tentu tida akan yang namanya kesimpulan diambil dengan krisis kader. Pertanyaan yang justru harus dilayangkan adalah bagaimana kita mengelola kader yang begitu banyaknya?, sudahkah kita mengerti dan memahami keinginan para kader muda dibawah dan memberikan pemberdayaan terbaik?. Sungguh hal inilah yang menjadi ancaman besar bahwa jika dalam menanamkan ideologi saja lemah maka sudah barang tentu kader juga akan lemah. Kader yang ada dibawah begitu potensial dengan segala minat dan bakatnya yang luar biasa, sehingga perlu kiranya memberikan kesempatan untuk berkembang dan memfasilitasi mereka dengan wadah yang mapan dan tepat. Kader politik maka perlu dikembangkan larier politiknya dengan memberikan bekal politik yang kuat dan cukup karena Muhammadiyah adalah politic controler dari pemrintah si pemangku kebijakan. Kader pendidikan perlu diwadahi di sekolah atau lebaga pendidikan Muhammadiyah agar segala aktivitas pendidikan sesuai dengan ideologi Muhammadiyah. Bagaimana akan mencetak kader dengan ideologi Muhammadiyah jika gurunya bukan kader Muhammadiyah, akan sangat lucu dan mustahil. Prinsip kader adalah pemberdayaan sehingga perlu setidaknya nyenggol kader untuk urun rembug atau ikut berpendapat dikalangan tua, agar pandangan visioner dan kekinian juga muncul dari pemikiran muda. Kader tidak perlu dibatasi dengan atauran dalam bersikap da berkreativitas yang penting hanya dengan tataran sesuai syariat, norma dan etika saja cukup. Kualitas yang harus diberdayakan dan didayagunakan akan menyerap kader dengan lebih baik karena memberinya kesempatan untuk berkembang sesuai bidang dan keahliannya sendiri. Persyarikatan ini butuh banyak dorongan yang dapat membuat Muhammadiyah mampu berdiri tegak dan kuat pada akar perjuangannya. 
C. Konsistensi Darul Ahdi Wasyahadah
Semangat yang dibangun Muhammadiyah dalam membangun bangsa dan negara adalah semangat konsitensi. Pancasila sebagai dasar negara dan negara Republik Indonesia adalah hasil dari kesepakatan yang dilakukan oleh founding father negara ini dengan penuh kebijaksanaan dan musyawarah mufakat. Maka klaim atas negara adalah keberagaman yang mana muncul bukan hanya saat ini saja, namun sejak republik ini berdiri keberagaman sudah menjadi watak dan karakter bangsa. Muhammadiyah tidak perlu berkoar dan sesumbar bahwa dirinya paling NKRI atau Pancasila, karena sejak awal 2 hal tersebut lahir sudah banyak tokoh Muhammadiyah yang ikut andil mengembangkan dan memperjuangkan bangsa ini. Jendral Soedirman, Mas Mansyur, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singadimeja adlah sederet nama besar yang ikut berjuang demi terciptanya NKRI. Gagasan yang muncul kemudian adalah konsistensi yang berwujud nilai yang terus dipertahankan terlebih jika berkaitan dengan kebijakan politik. Netralitas dan idealitas yang dijunjung tentu aka menghadirkan pandangan objektif dari Muhammadiyah untuk bangsa. Segala aktivitas Amal Usaha mendukung terus berkembangnya negara melalui pendidikan, kesehaan, ekonomi dan lain sebagainya. Konsepsi negara dan pandangan politik tidak boleh goyah jika memang diinginkan Muhammadiyah bertahan sebagai organisasi Islam, dakwah Isla dan Tajdid yang mengusung berkemajuan. Muhammadiyah harus terus bergerak berdiri dibelakang barisan mustafh'afin dengan membawa nama kebenaran. Menjadi golongan terstruktur dan masif dengan gerakan pencerahan tak lekang oleh zaman akan membawa Muhammadiyah berada diatas khayangan sehingga ia akan terus melambung dan mengayomi setiap hal yang berada dibawahnya. 
Muhammadiyah adalah persyarikatan yabg dibangun atas dasar keshalehan spiritual maka akan lebih baik jika nilai nilai spirtualitas tersebut masih bertahan dan dimunculkan dalam wadah yang penuh dengan kemanfaatan. Kesinambungan dan menjawab tantangan zaman. 

Tulisan ini penulis buat sebagai pengingat dan refleksi perjalanan Muhammadiyah lebih dari 1 Abad. Tulisan ini adalah murni dari pikiran penulis dengan mengkaitkan dengan beberapa kegiatan kemuhammadiyahan yang perna penulis ikuti. Fastabiqul Khairat.

Minggu, 04 Februari 2018

Dari IMM jadi Diriku Kini


Foto ini diambil jaman old.
Dari sebuah keinginan menambah wawasan dan pengetahuan dengan penuh ambisi "saat itu" membawaku ikut bergabung dalam kegiatan Darul Arqam Madya (DAM) IMM Purworejo. Berawal dari sebuah gebrakan meja karena kami sebagai peserta dinilai terlalu sombong oleh kakak instruktur saat Darul Arqam Dasar (DAD) dulu. Entah apa yang menjadikan kalimat "buku apa yang terakhir kamu baca?" menjadi kalimat sakti mandraguna sehingga membuatku jatuh pada lubang peradaban Mahasiswa dan berkecimpung langsung di dalamnya menjadi penggeraknya. DAM adalah perkaderan lanjutan setelah DAD. Perwakilan dari Magelang waktu itu berempat yaitu saya (Nining Ernawati, Nita Arofatul K, Luqman Hakim dan Abdurrahman S. Bertemu dengan banyak peserta dari kota lain membuat penulis merasa bahwa dunia begitu luas, seluar imajinasi para penulis novel yang dibedah dalam acara pembukaan DAM yakni Seminar Nasional Sastra Budaya, menghadirkan Ahmad Tohari sebagai penulis Novel Ronggeng Dukuh Paruk dari Banyumas. 
Tidak ada tujuan lain selain menambah kapasitas keilmuan dan membangun jaringan dengan teman-teman luar daerah, pekalongan, klaten, ciputat, purworejo, semarang dan bahkan dari jogja. Kontektualisasi pergerakan mahasiswa yang tertidur menumbuhkan sikap apatisme dan keluar dari kodratnya. Hilangnya budaya diskusi disetiap lorong, mulai pudarnya Mahasiswa yang giat membaca buku-buku dan mulai melemahnya kepekaan akan kebijakan negara. Fokus gerakan yang dibangun hanya sekitaran makan bersama, bermain media sosial dan lebih menyukai hal yang menyenangkan dibanding turun kejalan, melayangkan nota keberatan dan pembelaan. Hilangnya sosial control dari mahasiswa menjadikan ia seolah mandul dan tidak berguna. Saya yang hidup pada zaman reformasi memang tidak merasakan secara langsung bagaimana perjuangan terbebas dari orde baru dan usaha mengembalikan kepemimpinan demokratis. Namun geliat itu muncul saat disetiap waktu dihadapkan pada kajian analisis sosial, menghantarkanku turun kejalan, menyuarakan suara naluri hati kami, Korupsi bersama Gamasika Kab Magelang, BBM bersama ormawa UMMgl dan Untidar, juga aksi Save Palestine yang dilakukan saat bulan Ramadhan di sekitaran Alun-alun Kota Magelang. 
IMM membawa saya masuk ke DAM yang justru ketika DAM tidak pernah ada niat untuk maju menuju kepemimpinan yang lebih tinggi dan luas. Ya, setelah beberapa lama waktu duduk di Pimpinan Cabang IMM Magelang kemudian ada tawaran maju menjadi formatur dalam Dewan Pimpinan Daerah (DPD) IMM Jawa Tengah. Pada saat gelar Musyda di pekalongan saya tidak bisa berangkat karena sakit sampai saat terpilih ketua Umum IMMawan Yedi. Musyda berlalu dan rapat koordinasi pertama juga tidak bisa saya hadiri karena KKN, dan terpilihlah saya sebagai Bendahara disana. Waktu demi waktu membawa saya menikmati setiap perjalanan yang luar biasa, mulai dari naik bis sampai motoran keluar kota, berangkat sore pulang ba'da shubuh. Namun saya yang dengan penuh keterbatasan tidak dapat memenuhi kewajiban dengan sempurna dan memuaskan karena ada beberapa agenda yang tidak dapat diikuti yang menghantarkanku bahwa sampai akhir periode. Sungguh ketidak berdayaan menjadikan diri ini begitu lemah. Namun perjuangan dunia mahasiswa tidak berhenti dapa saat itu saja. Menjadi alumni DAM Purworejo juga merubah paradigma tentang hidup, bahwa hidup adalah politik. Politik adalah seni mencapai tujuan, yang menjadi PR adalah bagaimana kitra akan mencapai tujuan tanpa mengorbankan kepentingan orang laing?. maka struktur kebijakan tidak boleh berat sebelah, harus juga mempertimbangkan aspek normatif dan sosial. 

Tulisan ini penulis buat secara singkat, hanya agar dapat dibaca dan diambil manfaatnya juga mengenang romantisme dunia mahasiswa yang sebebnarnya jika dituliskan maka akan btutuh banyak sekali kata dan pasti menguras air mata. Semoga berkenan.

Memaknai Perjalanan Hidup Seorang Muslim

Semalam ane ngaji kajian malam sabtu, yang jadi pembicara ustad Azis Luqman, tema kajiannya yaitu tentang "Memaknai Perjalanan Hidup Seorang Muslim". Tapi ini versi improvisasinya ya sahabat, tapi insyaAllah tidak mengurangi esensi kajiannya.
Jika beberapa waktu yang lalu ane datang di sebuah majelis tentang keluarga sakinah (walau belum berkeluarga sih, minimal persiapan, hehe) dijelaskan tentang bagaimana mengelola konflik sebagai seorang muslim dalam kehidupan rumah tangga (ada yang mau tahu isinya?, besok ane tuliskan di episode mendatang yes, hhihii). Back to kajiannya ustad Azis yes sahabat fillah.
Antum pernah tidak berpikir hari ini apa ya rencana aktivitas yang akan dilakukan?, bagaimana dan seperti apa kita akan menjadi pribadi hari ini?, Tujuannya mau ngapain kita melakukan A, B sampai Z?, atau Mengapa kita masih mempertahankan hidup kita sampai sekarang?, kenapa tidak mati saja? (ups, serem amat). Kalau di dalam kitab suci kita Alquran Allah sudah memberikan titahNya bahwa Jin dan Manusia tidak diciptakan melankan untuk beribadah kepada Allah dalam Q.S. Az-Zariyat ayat 56. Melihat dan membaca apa yang dituliskan Alquran membuat kita tidak bisa membantah mengapa kita ada di muka bumi ini dan apa tujuan penciptaan kita. Ane bisa bilang bahwa menjadi muslim adalah fitrah namun menjadi muslim yang seperti apa itu yang perlu diusahakan bagi kita yang sudah muslim, namun perlu menjadi muslim dan mempelajari Islam itu bagi yang belum muslim menjadi sangat penting karena kebenaran akal dan kebiasaan itu bisa luntur dengan kebenaran wahyu yang sifatnya mutlak (jadi jangan nawar-nawar soal syariat ya sahabat, udah jalanin aja itu lebih asyik, eaa dijalanin aja jadi baper pasti, hhehee).
Yes, menjadi muslim yang seperti apa yang harus dilakukan setiap muslim agar ia menjadi muslim yang kaffah dan taat, hingga ia bisa mendapatkan surga dengan ringan. Merencanakan kehidupan sama seperti kita sedang melukis diatass kanvas yang lembut dengan cat warna-warni, hasilnya akan indah atau berantakan itu kita yang membuat. Muslim yang taat kita yang melakukan namun muslim yang bandel kita juga yang menciptakan. Ibadah sebuah kata yang indah dan romantis karena ia senantiasa dilakukan bukan karena takut dosa namun karena cinta, istiqomahnya selalu diusahakan bukan hanya harapan dan keinginan, pahalanya menjadi incaran bukan sebatas nama dimata manusia dan akan kita petik nantinya saat kita sudah mati (semoga kita termasuk golongan khusnul khatimah ya sahabat, aamiin).
"setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati", ya kita semua kawan, kita bakalan mati setelah melakukan seluruh aktivitas kehidupan kita di dunia, maka kalau jadi manusia jadilah manusia yang berjiwa terang, jangan menjadi manusia yang gelap (eh kayak lampu aja terang dan gelap,hhehee). Pribadi yang terang adalah mereka yang mampu menerangi sekitarnya dan melakukan segala sesuatunya dengan dasar dan landasan yang ia ketahui, sedang kalau manusia gelap (ups bukan kulitnya yes), adalah mereka yang kalau melakukan sesuatu itu tidak paham akan alasannya, wis pokoknya ikut ikutan aja deh. Karena sebenarnya menjadi muslim itu memuat tingkatan-tingkatan tertentu (nih ane kasih tahu ya, ntar kita termasuk yang mana, jawab aja dalam hati ndak usah diumumkan di masjid, hhihii):
1. Cuek dan tidak peduli, tipe ini tidak mau tahu deh apa yang ada disekitarnya juga tidak mau tahu kita mau apa, bagaimana, sama siapa, ada manfaatnya atau tidak, pokoknya it's my life and that's your life and your problems aren't my bussiness (eh kacau ini inggrisnya).
2. Tidak tahu karena memang tidak pernah diberi tahu, tipe ini biasanya tipe bagi mereka yang tertutup dan tidak memiliki komunitas disekitarnya sehingga ia memahami hanya apa yang ia tahu sekedarnya saja dan tidak tahu hal yang lain karena lingkungan tidak mendukungnya (sini tak kasih tahu, biar kamu tahu, karena sebelumnya kamu belum tahu....)
3. Udah tahu, dapat jawaban atas keresahannya namun masih ada yang mengganjal, biasanya tipe ini memahami baru setengah-setangah dana kalau dibandingkan dengan keyakinannya ada perbedaan sehingga masih mengganjal dan tidak jarang menanyakan yang benar yang mana, pilih yang mana (dia, dia atau dia?, eaa pilihannya banyak #stop baper sahabat)
4. Udah dapat jawaban yang memuaskan akan dan menentramkan jiwa, nah tipe ini landasan kuatnya adalah IMAN sehingga apa yang menjadi persoalan dalam kehidupannya is senantiasa mencari tahu dan menyandingkannya dengan iman, sehingga jawaban rasional (ayat kauniyah)nya bisa memuaskan akal dan iman (ayat qauliyah) bisa memuaskan jiwa dan aman damai tentram dan setosa jiwanya (semoga negara kita juga begitu ya sahabat dan dirikitapun juga, aamiin)
Nah, bagaimana kita memaknai hidup sebagai muslim itu tidak lepas dari bagaimana kita memandang dunia dan akhirat sahabat, jika kita memandang dunia sebagai surga maka kita bisa lalai dari akhirat, namun jika kita memandang akhirat sebagai tujuan akhirnya niscaya didunia ini kita tidak akan merasa kehabisan nafas karena problematika yang melingkupi dunia dan isinya dan melakukan segalanya dengan niat akhirat. Ini pandangan mengenai perbedaan Muslim dan Kafir ya sahabat, kalau muslim akan merasa sesak saat melihat yang tidak baik didunia ini, namun orang yang kafir akan merasa disurga karena nafsunya terus dipenuhi di dunia ini (duh, ngeri ya sahabat, naudzubillahi min dzalik). Maka dunia bagi seorang muslim adalah ladang untuk mencapai kebahagiaan akhirat tanpa melupakan kebahagiaan dunianya, seperti pesan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam, "carilah kebahagiaan akhirat namun jangan lupakan kebahagiaan dunia" intinya dua dunia itu harus seimbang dan tidak berat sebelah ya. Mari kita analisis diri kita sendiri apakah kita sudah mampu mamaknai kehidupan kita sebagai muslim yang taat atau belum, dan berupaya menyatu padukan akal dan hati untuk terbukanya hidayah Allah melalui lingkungan sekitar kita.
People : Life is not only the matters of surviving, but to achieve something (development).
Itu saja ya sahabat share dari ane kesempatan ini, semoga bermanfaat, jika ada kesalahan itu murni dari saya pribadi dan mohon maaf.
Keep Istiqomah and Ibadah. :-)

Rambu Materi Aqidah Akhlak X PTS Genap

  Malaikat adalah salah satu makhluk Allah yang diciptakan untuk membantu tugasNya dalam mengawasi manusia. Malaikat tidak daat dilih...