Sabtu, 21 Desember 2019

KURIKULUM “PROPHETIC” KELOMPOK BERMAIN, SOLUSI DILEMA POLA ASUH ANAK MILENIAL


Usia dini atau yang disebut dengan the golden age memiliki peranan penting sebagai sarana pembentukan karakter dimasa mendatang. Masa pembentukan karakter ini bukan hanya sebatas nilai moral saja, namun juga karakter sosial, spiritual dan emosional. Faktor yang mempengaruhi karakter adalah pola pendidikan yang ditanamkan pada diri anak, sehingga akan terbawa sampai anak dewasa. Banyak diantara kita yang sudah mulai sadar akan pentingnya pendidikan anak pada usia dini sehingga pada usia 0 – 5 tahun sudah mulai dimasukkan ke lembaga pendidikan anak atau yang sering disebut dengan Kelompok Bermain (KB). Hal ini pasti dimaksudkan untuk perkembangan positif pada anak yang diharapkan oleh orang tua. Anak lebih mampu bergaul dengan teman sebaya, mampu membiasakan kebiasaan positif, diberikan penanaman ibadah, mampu membaca dan berhitung lebih baik dari pada teman sebaya yang tidak masuk KB. Munculnya KB rasanya sudah mulai dirasakan oleh masyarakat perkotaan bahkan pedesaan. Kehadirannya begitu massif dan banyak diminati karena jelas membantu dalam hal penanganan anak selama orang tua bekerja. KB juga ternyata dinilai memiliki peranan penting dalam pola perkembangan anak. Anak usia dini memang membutuhkan perhatian khusus, disamping perhatian anak juga membutuhkan pembentuk kepribadian terbaik dari orang disekitarnya.

Dalam perkembangan modern, munculnya kelompok bermain kian menjadi trend. Kehadirannya ditengah masyarakat seolah menjadi nafas segar bagi seorang ayah dan ibu yang sibuk bekerja. Ketika waktu tersita oleh pekerjaan maka si anak akan dititipkan untuk mendapatkan asuhan dari orang tua asuh di kelompok bermain. Tidak jarang setiap dari kita merasa terbantu dengan kehadiran tempat penitipan anak dan kelompok bermain ini. Pananaman model diri, membentuk kebiasaan positif dalam rangka membangun karakter. Dikutip dari EDUCHILD.Vol.01 50% anak  lebih mampu mengembangkan daya kreativitasnya ketika dimasukkan dalam kelompok bermain dari pada anak yang tidak dimasukkan ke dalam kelompok bermain. Hal ini bisa terjadi karena kasih sayang orang tua yang cenderung berlebihan sehingga melarang anak untuk bereksplorasi dengan dunia di luar. Kelompok bermain dengan misi membentuk karakter positif anak membangun dirinya menjadi lembaga pencetak generasi emas dengan berbagai kurikulum yang diterapkan. Kurikulum ini menjadi ruh dalam penanaman pendidikan karakter anak usia dini sehingga pada prinsipnya anak mampu berkembang sesuai taraf usianya. Kelompok bermain bukan hanya sebatas menampung anak-anak yang ditinggal bekerja, mengasuh, namun juga ikut memasukkan muatan pendidikan. Ini menjadi kritik bagi KB yang hanya mengedepankan asuhan saja tanpa didikan. Setiap orang tua memiliki pola yang berbeda namun kehadiran KB tidak begitu menjadi masalah untuknya memasukkan anak-anak usia dini ikut bergabung menghabiskan waktu seharian di KB.
Model taman bermain atau kelompok bermain memberikan tempat seluas-luasnya untuk anak bereksplorasi. Guru pendamping atau orang tua asuh memberikan hikmah dengan cara yang menyenangkan. Mulai dari membangun kecerdasan emosional dengan tidak memperturutkan segala keinginan, kecerdasan sosial dengan belajar saling berbagi mainan, kecerdasan spiritual dengan memulai segala aktifitas dengan berdoa, kecerdasan intelektual dengan memperkenalkan berbagai benda atau hal disekitar anak. Menjadi hal yang lumrah bagi kita ketika anak usia dini mulai mempertanyakan maksud atau makna benda yang dilihat. Orang tua asuh akan memberikan jawaban dengan bijaksana. Pada kehidupan modern ini anak lebih sering dihadapkan pada hal yang instan yang lebih sering menggelisahkan, yaitu gadget. Di era ini gadget menjadi primadona untuk menenangkan anak saat tantrum. Persoalan yang sering muncul adalah anak menjadi kian ketaguhan dan kecanduan terhadap gadget. Hal ini juga menjadi alasan bagi setiap orang tua memasukkan dalam KB karena di dalamnya anak tidak terfokus pada main gadget, namun sibuk bermain dengan teman-teman mengasah kemampuannya.
Persoalan gadget bukan hal yang tabu lagi bagi kita, namun seiring bertambahnya kesadaran bahaya gadget bagi kita seriring sejalan pula dengan orang tua atau pengasuh anak yang memberikan gadet dengan dalih agar anak tidak menangis atau tidak usil. Hal ini menjadi cambuk bagi kalangan pendidikan anak usia dini karana hal ini dinilai mampu membatasi ruang gerak anak sehingga anak tidak mampu mengeksplorasi dirinya dengan lingkungannya. Persoalan ini menjadi pehatian dan harus segera diselesaikan dan dicari solusinya. Merekonstruksi sistem pola asuh masyarakat tentu bukan hal yang mudah karena yang harus direkonstruksi adalah pola pikir dan budaya. Ketika era 90an anak usia dini lebih sering dihadapkan pada pola bermain dengan alam. Permainan tradisional menjadi makanan sehari-hari anak. Alam menjadi guru bagi anak-anak. Kini kita dihadapkan pada satu fenomena yang tidak bisa kita hindari yakni kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Kemajuan ini dibarengi dengan kemajuan pola berpikir orang tua yang akan menyesuaikan dirinya dengan pola asuh yang diberikan. Pemberian gadget pada anak untuk menjaga anak tetap diam dan tidak menangis. Pola itu kini perlu direkonstruksi dengan pola asuh yang lebih mampu menonjolkan keunggulan dan keistimewaan anak. Salah satu solusi pola pendidikan modern kini adalah kelompok bermain prophetic.
Kelompok bermain menjadi primadona ditengah gersangnya kasih sayang orang tua yang tertutup kesibukan. Tidak jarang kelompok bermain juga tidak begitu memahami konsep anak usia dini sehingga cenderung mengekploitasi anak pada zamannya. Kelompok bermain prophetic ini bisa menjadi pola pendidikan kelompok bermain ini bisa dikatakan pola pendidikan non formal yang terstruktur. Berbeda dengan usia wajib belajar yang memiliki standar baku pendidikan nasional. Kelompok bermain hadir dengan kurikulum yang berbeda, yakni dengan kurikulum sesuai tingkat perkembangan anak pada usianya, yakni bermain. Konsep ini beraneka ragam bentuknya, ada konsep pendidikan usia dini berbasis alam, berbasis kearifan local, berbasis ilmu pengetahuan, berbasis sosial dan berbasis spiritual. Berbagai ciri khas ditonjolkan oleh lembaga kelompok bermain untuk mendapatkan segmen masyarakatnya. Tidak mudah mengatur cara berpikir anak yang masih hidup dalam alam pikirannya sendiri. Namun struktur dan pola pembelajaran yang menyenangkan menjadi bahan untuk mampu terus mengembangkan daya aktif dan kreatif anak. Tidak terikat oleh target yang muluk menjadikan pola pendidikan ini bebas. Pembatasanstruktur kurikulum pada lembaga kelompok bermain berarti membatasi pula perkembangan anak usia dini. Walaupun tidak berbatas namun ada patokan nilai-nilai positif yang bisa dikembangkan oleh pengasuh atau guru pendamping. Konstruksi yang dibangun adalah konstruksi nilai.
Kelompok bermain mampu membangun budaya mendayaguna dalam pendidikan anak usia dini. Memanfaatkan nilai positif yang mampu muncul dalam diri seorang anak kemudian diwujudkan dalam perilaku dan dibudayakan. Melihat teori perkembangan anak usia dini yang layaknya kertas putih maka untuk dihasilkan gambar yang bagus perlu kuas dan warna yang bagus. Pembentuk karakter ini adalah lingkungan. Sebagian besar lingkungan menjadi faktor utama pembentukan karakter anak usia dini. Memasukkan anak usia dini pada kelompok bermain berarti memberikan bingkai pada anak untuk dilukis dengan baik dan terbangun karakter positif. Mendayagunakan energi positif yang dimiliki setiap anak juga menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena anak-anak akan cenderung aktif dalam bergerak, sedang ingin tahu berbagai hal yang ada disekitarnya, termasuk hakikat dirinya.
Pola pendidikan yang sangat dirindukan adalah pola pendidikan yang memanusiakan manusia. Pemabatasan pada pencapaian dan standardisasi pendidikan dengan range nilai merata maka pola pendidikan ini masih belum mampu dikatakan manusiakan manusia dan memerdekakan pikiran. Kelompok bermain mendasar pada pola tidak berbatas dan tidak memberikan target pada pencapaian peserta didik. Kasih sayang yang dibangun oleh orang tua kadang menjadi boomerang yang tidak bertepi karena kasih sayang yang diberikan bisa menjadikan anak tumbuh menjadi anak yang manja dan tidak struggle dalam kehidupan. Pola pembiaran anak yang begitu bebas juga menjadi persoalan dalam perkembangan karakter. Anak akan cenderung menjadi pribadi bebas dan semaunya karena pelepasan dalam pola pendidikan. Maka sebagai anak usia dini perlu bagaimana seorang anak terlepas dari hal-hal negatif yang memungkinkan akan membentuk karakter dirinya. Berbanding terbalik dengan itu, anak yang terlalu dalam kekangan akan membentuk anak yang ekstrovet, anak akan cenderung tidak kreatif dan mengalami kesulitan dalam berbagai sisi. Maka menjadikan anak sebagai makhluq yang harus dibentuk dengan baik adalah dengan mendayagunakan seluruh energi untuk hal positif, tanpa anak keluar dari fitrahnya.
Keseimbangan kehidupan dibangun dalam berbagai lintas segmen dasar manusia. Sosial, spiritual, intelektual. Spiritualitas adalah kunci dari segmen kehidupan. Moral dibangun melalui akses spiritual. Dalam kelompok bermain aspek ini juga menduduki posisi penting dalam pembangunan karakter anak usia dini. Solusi terbaik bagi orang tua yang tidak begitu mengetahui pola asuh terbaik maka solusi kelomppok bermain prophetic ini mampu menjadi alternatif pilihan untuk mewujudkan generasi anak yang cerdas dalam berbagai segmen kehidupan.Kelompok bermain prophetic disandarkan pada nilai-nilai pendidikan kenabian yang memadukan berbagai kemampuan anak-anak. Kelompok belajar ini menggunakan kurikulum sebagaimana nabi mengasuh anak-anaknya dan disesuaikan dengan kondisi anak pada era kini. Kurikulum bebas, namun dalam pemberian materi menggunakan pendekatan spiritual, sosial, dan semangat membebaskan anak dari kebodohan, kemelaratan dan cakap dalam berbagai kehidupan.

Jumat, 13 Desember 2019

Guru Harus Gini....!!

Oleh Bp. Ngaderi Budiono, M.Pd.

Perlu CANTIK untuk menjadi seorang pendidik:
C : Cerdas (sosial, spiritual, emosional, profesional)
A : Amanah, siswa dari orang tua sehingga kita mampu mengambil kebijakan dengan bijaksana)
Perlu dibudayakan untuk mengucapkan minta maaf, terima kasih, minta tolong, saling mendoakan, budya husnudzan.
N : Niat Ibadah, ikhlas dan bertanggung jawab,
T : Tanggung jawab
I : Ikhlas
K : Komitmen
laksanakan saja tugasnya jika terjadi hal yang salah dikoordinasikan untuk diselesaikan bersama-sama.

Rambu Materi Aqidah Akhlak X PTS Genap

  Malaikat adalah salah satu makhluk Allah yang diciptakan untuk membantu tugasNya dalam mengawasi manusia. Malaikat tidak daat dilih...