Senin, 22 Oktober 2018

Hari Santri Nasional (Moment Refleksi)

Assalamu'alaikum,
22 Oktober 2018 adalah moment spesial untuk pada santri mengingat pada tinggal tersebut diperingati sebagai hari Santri Nasional. Tepatnya kemarin ketika penulis pulang melewati pada santri yang diarak dengan Mobil his, dilengkapi sound sistem yang cukup untuk memperdengarkan shalawat kepada orang-orang yang juga sedang melewati jalan yang sama. Duh, senangnya dalam batinku. Santri adalah predikat yang ingin penulis sandang dari dulu namun apalah daya belum mendapat kesempatan buat nyantri. Di dalam hiruk pikuk yang demikian teriring kemacetan yang memanjang ada Lagu yang diputar dengan iringan musik rebana, yaa.. Lagunya alamat Palsu (dipopulerkab oleh penyanyi dangdut Ayu Ting-Ting). Liriknya sama persis, tidak ada yang dirumah. Lho.. Kok tahu?, duh kemarin saya jadi korban kemacetan yang lama itu dan na-asnya penulis hafal Lagu itu.
Dalam benak penulis juga jadi mikir, beberapa pola santri dan tantangannya kedepan:
A. Santri Dan Tantangan Global
Teringat akan jamannya dulu Muhammadiyah belum resmi didirikan, pola pendidikan agama yang diusung adalah pondok pesantren. Pola pendidikan yang berbasis mondok ini dirasa begitu efektif untuk mampu menumbuhkan sisi spiritual seorang Murid hingga saat ia pulang ke kampung halamannya mampu membagikan keilmuan yang diperolehnya kepada masyarakat. Dulu mengenal santri adalah calon kyai, hingga bukan hanya sama kyak saja takdzimnya namun sama santri juga takdzim. Dalam kurun waktu yang lama persoalan muncul yakni apakah santri zaman now masih membawa katakdziman selayaknya santri dulu atau tidak?. Hal ini tentu berkaitan dengan perannya dimasyarakat di era globalisasi ini, era revolusi industri 4.0 yang tentu menghadirkan tantangan tersendiri. Masih cukupkah santri dengan kapasitas penguasaan kitab-kitab yang dipelajarinya lalu dianggap sudah memiliki kompetensi yang cukup, atau justru seorang santri harus diarahkan menjadi sosol intelektual, kompetensi kewirausahaan ditambah softskill keagamaan?.
Tantangan jaman now adalah santri mampu menjadi pionir kebaikan ditengah tergerusnya moral generasi muda (kerjaan banyak lho ini), santri menjadi sosok penuh keterampilan yang mampu menggerakkan masyarakat dan roda ekonominya(lha PR juga nih). Jangan sampai malah santri menjadi bagian masyarakat yang justru tidak bisa menjawab persiapan zaman dan malah menjadi beban masyarakat.
Kalau persoalan dulu sebelum adanya pendidikan formal secara luas, dan masih eksklusifnya sistem pendidikan santri belum mampu menjawab persoalan zaman, maka sudah seharusnya sistem pesantren yang traditional juga membuka diri untuk mampu bersaing dengan sistem pendidikan modern. Santri pondok pesantren traditional juga kudu bisa segera berbenah bahwa dunia ini menuntut peran nyata santri untuk turut membangun peradaban bangsa.
Bisa jadi gini deh, kalau materi santri yang masih traditional itu diberikan kompetensi kewirausahaan, pengetahuan umum, wawasan lingkungan dan kebangsaan, kayak nya asyik ya. Jadi ndak cuma belajar kitab sama alquran aja, namun juga pengaplikasian Quran dan kitab dalam kehidupan nyata. Oke kan... Intinya menyesuaikan sama tuntutan zaman.
B. Santri Dalam Gerusan Moral
Pendidikan agama yang diberikan selama nyantri adalah bekal kehidupan yang harus senantiasa dijunjung tinggi. Teladan adalah hal yang tak bisa serta merta ditinggal kan, kudu diamalkan. Kekuatan yang besar bisa mengubah tatanan kehidupan, agar mampu mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam masa yang sudah tak bisa lagi dibanding sisi pergaulan, kehidupan dan gaya yang melingkupinya tentu ini menjadi cambuk yang menyakitkan bagi kehidupan pondok pesantren, sejauh mana anak pondok mampu menjadi pionir terputusnya pergaulan bebas dan kehidupan Serba tak megenakkan (keluar dari nilai moral). Santri harus bisa membendung yang demikian itu dengan pandangan generasi muda yang kekinian sehingga mampu dengan pendekatan tersebut memunculkan warna baru bagi dakwah Islam sehingga mudah diterima generasi muda.
Jika dalam hal demikian, santri tidak mampu menyesuaikan dengan kebutuhan maka inilah kehancuran generasi santri. Tergilas zaman. Santri juga kudu melek media sosial, dakwah kelas ringan lewat medsos. Jangan justru malah juga menjadi korban dari keganasan globalisasi juga. Yuk pada santri tetaplah jadi telasan dan menjelmakan harapan akan perubahan kelakuan bersanding kebenaran.
Jangan cuma mau nge hits lewat nyanyian dangdut kawan, tapi juga harus disejajarkan dengan kebutuhan masyarakat yang menuntutmu melakukan berbagai perubahan, inovasi kehidupan. Memberi nafas Segar untuk peradaban, ditengah gersangnya moral kehidupan.
Semoga sekelumit ini mampu memberikan sumbangsih pemikiran. (Di jalan pulang, 22 Oktober 2018, Magelang Borobudur)

Minggu, 21 Oktober 2018

Selembut Untaian Doa


Bismillaah... 
Assalaamu'alaikum, 


Doa, 
Bukan soal luka, namun pinta
Ini soal harap dalam dekap
Kalimatnya selalu dirindu, dalam malam-malam syahdu
Butir-butir katanya menjelma dalam diam, berbisik tanpa berisik
Itu Doa, 
Hanya sedikit romansa kepada Tuhannya
Berdua, mengadu, mengatasi hati yang galau
Menjadi bagian penguat saat tak mampu berbuat
Menjadi sandaran yang tak pernah berkhianat
Menjadi ruang paling bermartabat
Itulah Doa,


Sahabat, Kapan terakhir kali kita berdoa?, bahkan untuk orang yang kita cinta. Suami, istri, anak, orang tua tentu sudah sering sekali kita jamah dalam doa. Bila waktu mampu memperlihatkan setiap desah nafas diam dalam doa tentu sudah tak terukur lagi betapa banyak dan betapa ruang waktu menjelma menjadi doa, sesak dan penuh. 
Doa, ibarat titian tangga yang semakin ke atas semakin dekat dengan Allah, hingga Allah yang akan mengabulkannya. "duh, doaku kok belum di kabulkan ya?, dah lama banget ini doa yang sama kok belum terkabul juga!". Sahabat, kita doa sama Allah bukan lagi ngurus proposal sama pimpinan yang cairnya sudah bisa ditebak kapan waktunya, buat apa dicairkan karena memang urusannya jelas. Namun tidak dengan Allah, siapa bisa mengintrupsi keinginannya?, tak satupun makhluq mampu melakukannya. Dia, Allah memang romantis, Dia tahu kapan waktu yang akan menajwab dan memenuhi terkabulnya doa kita dengan tepat. Indah, dan asyik saat kita sudah benar-benar mampu menerima doa.

Ada Amanah Dalam Doa
Saat kebahagiaan melimpah karena doa tekabulkan, disanalah amanah bertumpuk mesra, menanti perlakuan setelah doa digenggam, akankah hati bersyukur atau justru ingkar tenggelam dalam kufur. Nikmat akan terkabulkannya doa itu bukan semata karena usaha kita namun karena Allah berkehendak bahwa "Wahai engkau fulan....Kini Aku pandang kau mampu menyandang apa yang kau inginkan selama ini, maka terimalah ini sebagai balasan ketaqwaanmu". Jika nikmat itu dibawa dalam syukur nikamat nya akan terasa membahagiakan, namun jika terkabulnya doa bahkan disandingkan kufur maka terus dan terus itu nikmat terasa kurang dan kurang, "Ya Allah, kok baru sekarang dikabulinnya sih doaku?, Ya Allah kok gini jadinya, kok kurang sih dari yang tak minta, dan bla bla bla seterusnya". 
Sahabat, hati ini tempat titik-titik dosa bersatu menjdi gumpalan yang semakin pekat dan hitam, sehingga setiap kali kebaikan mampir menyapa dosa yang enggan pergi ini menjadi peragu, penyebab ketakutan, kekhawatiran sehingga tak jadi berbuat baik, dan akhirnya kesyukuran yang sudah akan tersemat pudar hilang berhamburan, menjelma menjadi kritik-kritik yang tak senonoh tentang Tuhan. Nikmat yang tak cukuplah, Allah tidak adil lah. Duhai sahabat, setiap hal itu sudah ada masanya sendiri, sudah ada posisinya sendiri, sudah ada porsinya sendiri. Nafsu adalah musuh kita semua sahabat, jadi mari kita tinggalkan bisikan nafsu dan memaksa diri untuk bersyukur.

Doa,..
Jangan jadikan ia paksaan kepada Allah. Doa kok maksa "ya Allah, membuat siang dan malam berdamai, tidak berisik, angin yang berhamburan menghadirkan sejuk, hujan badai yang mampu mengoyak rumah saja Engkau mampu lalu mengapa menundukkan hatinya untukku kok ndak bisa, please please please yaa Allah". Duh, hayo siapa yang biasa doa begitu?. Biasanya ini dilakukan saat sudah kepepet, pinginbanget akan sesuatu tapi belum juga terlaksana. Allah kan sudah punya takarannya, yang terbaik cukup terus naik-naik-naik dan penajtkan doa kita kepadaNya biar Dia yang bekerja. Tak usah risau atau galau, doa itu lembut, romantis, mengapa harus dengan paksaan. 
Doa, bisa kita ucapkan dimanapun dan kapanpun, diam-diam berdoa, diam-diam meminta. Hening hati, sunyi dalam kata namun dimensi kedekatan terjalin ideal dengan Tuhannya.

Bila mana kita berdoa akan lebih baik jika kita juga mengerti adab berdoa, diantaranya:
1. Mulai dengan menyebut asma Allah dengan niat yang tulus
2. Pujilah Rasulullah yang memberikan kita jalan agar mengenal Tuhan dengan baik
3. Puji Allah dalam setiap kelimat minta 
4. Rendahkan hati dan kecongkakan diri, kesombongan dan keakuan dihilangkan
5. mintalah sebanyak mungkin karena kita juga tidak tahu doa mana yang lebih dulu dikabulkan, juga Allah kan maha Segalanya, jadi jangan tanggung-tanggung.
Semoga doa kita masih kian lembut dan senantiasa dikebut untuk dikabulkan. Semoga juga kita tak bosan untuk memminta, untuk mencurahkan isi hati kita mewujud doa kepada sang pencipta. Dia yang tahu segalanya tentang kita. 
Karena doa itu lembut, indah, berkilau, juga romantis. 

Kamis, 18 Oktober 2018

Setitik Pesan Lewat Mbak Hanum




Assalaamu'alaikum sahabat....
Alhamdulillaah hari ini penulis bisa meluangkan waktu untuk cerita tentang beberapa aktivitas yang penulis sempat ikuti beberapa hari yang lalu. 
Sahabat, kemarin tepatnya 13 Oktober 2018 penulis sempat mengikuti bedah buku "I AM SARAHZA" karya mbak Hanum Salsabiela Rais. Pinginnya sih sudah lama banget semenjak buku ini sering menjadi caption di IGnya mbak Hanum yang penulis follow kebetulan. "Ah, lama banget mbak Hanum ndak datang-datang", gerutu hati yang rasanya tidak sabar karena menunggu terlalu lama di kursi hadirin baris kedua dari belakang. Anak-anak SMP yang awalnya kondusif kemudian rasa lapar melanda, haus tak lagi mampu ditahan sedikit demi sedikit keluar dan masuk ruangan lagi, tambah gusar hati ini. Sedari jam 9 penulis sempatkan hadri namun sampai dhuhur tak juga mulai, hingga akhirnya penulis putuskan untuk sholat dhuhur dulu, sambil nunggu siapa tahu mampu meredakan sebagian keguasaran hati, kayak nunggu jodoh kok masih ngumpet. 
"Mohon maaf mohon doa untuk mbak Hanum agar acaranya dilancarkan dan sekarang sudah sampai Salam", seketika seperti haus yang tiba-tiba reda, byuuurrrr, disiram air mengurangi panas ruangan yang sesak kurang angin. Akhirnya mbak Hanum tiba juga di tempat acara. Berkerubutan anak-anak SMP bersalaman, dan yuk mulai. 

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh"
Duh, langsung terpana nih mata, walau bukan cuma disini ketemu mbak Hanum tapi ada yang gimana gitu ya kalau lihat perempuan cerdas, aktivis dan keren gini. Ketika diceritakan sejarah ditulisknya buku ini langsung merinding tak karuan, membayangkan bagaimana rasanya jika penulis yang diberi amanah ujian seberat itu ya, hampir nangis. Beberapa hal yang dirasa dapat dipelajari secara ututh dari sosok Hanum Salsabiela Rais adalah ketabahannya, keyakinannya, dan kepasrahannya kepada Allah. Ah, jika bukan tanpa iman entahlah, cara haram pun dilakukan hanya karena cara halal belum memberinya kepuasan.

Pandangan sontoloyo penulis setelah acara selesai:

Perjalanan pernikahan memang penuh onak dan duri, hadirnya buah hati menjadi perekat yang indah dan harus diperjuangkan karena disana letak keturunan diteruskan. Sakinah mawaddah warahmah adalah tujuan yang dapat dicapai jika bersama-sama, bukan sendirian saja. Perjuangan mempertahankan pernikahan justru lebih berat dibandingkan perjuangan untuk menikahi seseorang. Buah hati, ah siapa yang tidak ingin menjadi ibu atau bapak dari makhluq yang dinamainya anak. Makhluq unyu yang diciptakan Allah, lewat perantara manusia, namun ternyata ditengah banyaknya kasus aborsi dan pembuangan anak, penelantaran anak, ada disetiap sisi dunia untuk mampu, mengerahkan seluruh usahanya mengambil takdir Allah yang digariskan padanya, menjemput tangisan ruh yang lama menanti untuk melihat wajah dan menyentuh wajah ibu bapaknya secara langsung, turun menapaki alam yang disebut rahim. Usaha yang dilakukan bisa jadi beraneka ragam, terapi ini ono dilakukan, saran setiap orang dilaksanakan, dan setiap upaya ditempuh hanya untuk mendapatkannya. 
Yah, memang harus diperjuangakan, jangan kalah sama ujian. Janji Allah itu nyata dan Dia tak akan mungkin mengingkarinya, tugas kita hanya doa-doa-doa dan usaha-usah-usaha, selebihnya pasrah. Dalam berbagai kesulitan titik nadir sekalipun, bisa jadi Allah hanya akan menguji seberapa kita setia padaNya, seberapa kita bertahan untuk terus menjaga sekaligus taqwa padanya atas nama iman, seberapa tangguh kita untuk mampu tetap bersujud keharibaannNya menundukkan ego dan merendahkan diri serendah tanah. Dan taraaaa tetiba Allah mengabulkan setiap minta kita, mengabulkan setiap goresan doa yang berangsur sembuh tanpa bekas, menciptakan bahagia tanpa alasan. Ya... itulah takdir, memang asyik tanpa intrik, bikin panik namun juga menarik, manis nan romantis. 
Ini tentang hidup kawan, ini tentang perjuangan, jadi lakukan dalam hidupmu berjuta-juta kebaikan, maka kau akan raih juga kabaikan yang tiada terkira dari yang mahaTak Terkira. 



Selesai acara, dilanjutkan dengan Latihan Instruktur NA dan kegiatan sebelum ini memberikan suntikan motivasi yang luar biasa. 

Yuk belajar, yuk baca, yuk mendengar. Terima kasih Mbak Hanum Salsabiela Rais dan bukunya I AM SARAHZA, yang lagi penulis baca dengan nikmatnya.

Selasa, 09 Oktober 2018

TOKOH-TOKOH PEMBAHARUAN ISLAM



1. Ibnu Taimiyah (1263-1328)
Nama lengkapnya Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad, lahir di Harran, Turki, pada 22 Januari 1263 dan meninggal pada 27 September 1328. Ibnu Taimiyah belajar Al-Qur’an dari ayahnya dan sekolah di Damascus. Pada usia 10 tahun sudah hafal Al-Qur’an, mempelajari kitab-kitab hadits utama dan beberapa ilmu yang lain. Ketika berusia 30 tahun ia menjadi ulama besar di zamannya karena telah menguasai ilmu kalam, hadits, fiqih, Al-Qur’an dan tafsir. Ia juga seorang penulis yang produktif, karyanya berjumlah 500 jilid. Corak pemikiran Ibnu Taimiyah bersifat empiris sekaligus rasionalis. Ia menolak logika sebagai metode berpikir deduktif yang tidak dapat digunakan mengkaji materi keislaman yang haqiqi.
Upaya pembaharuan yang dilakukan Ibnu Taimiyah
Pertama, memurnikan tauhid, menurutnya akidah tauhid yang benar adalah akidah salaf, yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits, bukan dalil rasional dan filosofis. Ia menentang segala bid’ah, khurofat dan tahayul. Ia menetapkan sifat-sifat Tuhan namun ia menolak mempersamakan sifat-sifat Tuhan dengan makhluk. Ibnu Taimiyah menetapkan sifat Tuhan tanpa tamsil, tanzih dan ta’wil. Ta’wil kaya “yad” (tangan) dengan kekuasaan tidak dapat diterimanya, ia mempertahankan arti “yad” dengan tangan. Demikian juga dengan ayat mutasyabihat lainnya, yang ia sebut al-aqidah al-wasitiyah.
Kedua, ia menggalakkan umat Islam agar bergairah kembali menggali ajaran-ajaran Al-Qur’an dan hadits, serta mendorong mereka melakukan ijtihad dalam menafsirkan ajaran-ajaran agama.
Ketiga, ia menentang taklit, karena hal ini dapat membuat umat Islam mundur, sebab taklit berarti menutup pintu ijihad, membuat otak menjadi beku. Menurutnya, pintu ijtihad terbuka sepanjang masa, karena kondisi manusia selalu berubah.
Keempat, dalam berijtihad tidak terikat pada mazhab atau imam. Menurutnya, pendapat siapa saja yang tepat dan kuat argumennya, itulah yang diambil.
Kelima, dalam bidang hukum Islam Ibnu Taimiyah tidak mandasarkan keputusan hukum berdasarkan pada ‘illat, tatapi berdasarkan hikmah.
2. Muhammad Ibn Abdul Wahhab (1730-1791)
Muhammad Ibn Abdul Wahhab lahir di Uyaynah pada 1730 M/1115 H. Dari ayahnya ia memperoleh pendidikan di bidang keagamaan dan mengembangkan minatnya di bidang tafsir, hadits dan hukum mazhab Hanbaliyah. Ia menulis sebuah karya terkenal berjudul Kitab at-Tauhid.
Inti dari gerakan pembaharuannya
Pertama, pembaharuan Islam yang paling utama disandarkan pada persoalan tauhid. Ia dan pengikutnya membedakan ilmu tauhid menjadi tiga macam, yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah dan al-asma’ wa al-sifat. Menurutnya, Allah adalah Tuhan yang Maha Kuasa, dan melarang penyifatan kekuasaan Tuhan pada siapapun kecuali Dia. Wahhab tidak mempercayai superioritas ras, superioritas tergantung pada ketaqwaan pada Allah. Ia percaya pada makna harfiah Al-Qur’an termasuk ungkapan antropomorfisme tentang Allah.
Kedua, ia sangat tidak setuju dengan para pendukung tawassul. Menurutnya, ibadah adalah cara manusia berhubungan dengan Tuhan. Usaha mencari perlindungan kepada selain-Nya merupakan perbuatan syirik, demikian juga bertawassul kepada orang yang sudah mati. Hal ini bukan berarti ziyarah kubur dilarang, yang dilarang adalah takhayul, bid’ah dan khurofat ketika ziyarah.
Ketiga, sumber-sumber syari’ah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah yang tak tercipta, yang diwahyukan pada Muhammad melalui Jibril dan merupakan sumber paling penting bagi syari’ah. Sunnah Nabi adalah sumber terpenting kedua, sedangkan Ijma’ adalah sumber ketiga. Ia hanya menerima Ijma’ yang berasal dari tiga abad pertama Islam.
Keempat, Wahhab menyatakan pentingnya negara dalam memberlakukan secara paksa syari’ah dalam masyarakat yang otoritas tertinggi ada di tangan khalifah atau imam yang harus bertindak atas dasar saran ulama dan komunitasnya.
3. Jamaluddin al-Afghani (1838-1897)
Jamaluddin lahir di Asadabad, Afghanistan pada tahun 1838. Pendidikan dasarnya diperoleh di tanah kelahiran kemudian melanjutkan ke kota-kota suci kaum Syi’ah. Di kota ini ia banyak dipengaruhi para filosof rasionalis Islam seperti Ibnu Sina dan Nasir al-Din al-Tusi. Pada umur 22 tahun ia menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan, tahun 1864 ia menjadi penasehat Siher Ali Khan, beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi perdana menteri oleh Muhammad Azam Khan. Pada tahun 1889 ia dan pengikutnya membentuk partai Hizbul Wathoni dan berhasil menggulingkan Raja Mesir Khedewi Ismail. Para pengikutnya antara lain Muhammad Abduh, Abdullah Nadim, Sa’ad Zaghlul dan Ya’kub Sannu. Jamaluddin bersama muridnya, Muhammad Abduh, menerbitkan majalah al-‘Urwah al-Wutsqa.
Gagasan pembaharuan yang diusung Jamaluddin
Pertama, ia mengemukakan pentingnya kepercayaan pada akal dan hukum alam yang tidak bertentangan dengan kepercayaan Tuhan, ia mengajarkan hal yang dibela oleh para filosof, mendakwahkan agama dan rasionalisme pada massa serta hukum alam pada elite Muslim.
Kedua, ia berhasil mendukung kebangkitan nasionalisme di Mesir dan India, juga menawarkan gagasan dan gerakan Pan-Islam sebagai anti imperialisme dan mempertahankan kemerdekaan Negara-negara Muslim.
Ketiga, ia menyatakan persamaan gender dalam beberapa hal. Pria dan wanita sama kedudukannya, keduanya punya akal untuk berpikir. Tidak ada halangan bagi wanita bekerja di luar rumah, jika situasi menuntut demikian.
4. Muhammad Abduh (1848-1905)
Abduh lahir di Propinsi Gharbiyyah, Mesir, pada tahun 1848, dan meninggal pada 11 Juli 1905. Ia seorang pecinta ilmu, belajar membaca dan menulis dari orang tuanya. Ia melanjutkan pendidikan di Thanta, namun kemudian ia kembali ke kampung halaman karena tidak puas dengan metode pengajarannya. Namun orang tuanya memerintahkan untuk kambali ke Mesjid Ahmadi di Thanta dan berguru kepada Syekh Darwisy, kemudian melanjutkan ke al-Azhar. Pada tahun 1871, ia bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani dan memperoleh pengetahuan filsafat, ilmu kalam dan ilmu pasti. Selanjutnya ia menjadi pengikut Jamaluddin dan bersamanya ia menerbitkan majalah dan membentuk gerakan yang disebut dengan al-‘Urwah al-Wutsqa. Di Beirut ia lebih banyak menulis dan menerjemahkan kitab-kitab ke dalam bahasa Arab dan menyelesaikan Risalah al-Tauhid.
Ada tiga pranata yang menjadi sasaran pembaharuannya
Pertama, bidang pendidikan dipusatkan di al-Azhar, ia beralasan bahwa al-Azhar adalah pusat pendidikan Mesir dan dunia Islam. Pembaharuan yang dilakukan menyangkut sistem pengajaran, seperti metode, kurikulum, administrasi dan kesejahteraan para guru, bahkan juga mencakup sarana fisik, seperti asrama mahasisiwa, perpustakaan dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi mahasiswa.
Kedua, bidang hukum. Pada tahun 1899, ia menjadi mufti menggantikan Syeh Hasunah al-Nadawi. Ia meluruskan pandangan para mufti, bahwa mufti bukan hanya berkhidmat untuk negara, tetapi juga untuk masyarakat luas.
Ketiga, dalam bidang wakaf Abduh membentuk Majelis Administrasi Wakaf dan berhasil memasukkan perbaikan masjid sebagai salah satu sasaran rutin penggunaan dana wakaf. Dan mulai memperbaiki perangkat masjid, pegawai masjid, sampai kepada para imam dan khatib.
5. Rasyid Ridha (1865-1935)
Rasyid Ridha lahir di Suriah pada tahun 1865 dan meninggal tahun 1935. Pendidikannya diawali dengan membaca Al-Qur’an, menulis dan berhitung di kampungnya, Qalamun, Suriah. Setelah lancar membaca dan menulis ia masuk ke Madrasah ar-Rasyidiyah selama satu tahun. Di sana ia belajar ilmu bumi, ilmu hitung, ilmu bahasa, seperti nahwu dan saraf, dan ilmu agama, seperti akidah dan ibadah. Ketika berumur 18 tahun ia kembali melanjutkan studinya ke Madrasah al-Wataniyyah al-Islamiyyah yang didirikan Syeh Husain al-Jisr, selain menekuni pelajaran ia juga tekun mengikuti berita perkembangan dunia Islam melalui surat kabar al-‘Urwah al-Wutsqa. Dan ketika Muhammad Abduh sudah diizinkan kembali ke Mesir dari pengasingannya, Rasyid mengikutinya pada tahun 1898. Setelah sampai di Mesir ia mengusulkan kepada gurunya, Muhammad Abduh, untuk menerbitkan majalah yang menyiarkan ide dan pikirannya, maka terbitlah majalah yang diberi nama al-Manar, sesuai usul Rasyid Ridha. Ia juga menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang belum selesai ditafsirkan oleh gurunya, yang baru sampai pada surah an-Nisa’ ayat 125.
Ide-ide pembaharuan yang dibawa Rasyid Ridha diantaranya
Pertama, dalam bidang agama, ia berpendapat bahwa umat Islam lemah karena mengamalkan ajaran-ajaran yang sudah bercampur dengan bid’ah dan khurofat. Ia menegaskan untuk kembali berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah, dan tidak terikat dengan pendapat-pendapat ulama terdahulu yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan hidup modern. Ia juga memberikan toleransi bermazhab.
Kedua, dalam bidang pendidikan ia menghimbau umat Islam untuk menggunakan kekayaan bagi pembangunan lembaga pendidikan. Rasyid mendirikan sekolah di Cairo pada tahun 1912 dengan nama Madrasah ad-Da’wah wa al-Irsyad. Sekolah ini mengajarkan ilmu agama, seperti Al-Qur’an, tafsir, akhlak dan hikmah at-tasyri’, bahasa Eropa dan ilmu kesehatan.
Ketiga, dalam bidang politik adalah tentang ukhuwah Islamiah. Ia melihat salah satu penyebab kemunduran umat Islam karena tidak mempererat ukhuwah Islamiah, untuk itu ia menyeru kepada umat Islam untuk bersatu kembali dalam betuk khilafah seperti pada masa al-Khulafa’ ar-Rasyidun.

TOKOH-TOKOH PEMBAHARUAN ISLAM



1. Ibnu Taimiyah (1263-1328)
Nama lengkapnya Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad, lahir di Harran, Turki, pada 22 Januari 1263 dan meninggal pada 27 September 1328. Ibnu Taimiyah belajar Al-Qur’an dari ayahnya dan sekolah di Damascus. Pada usia 10 tahun sudah hafal Al-Qur’an, mempelajari kitab-kitab hadits utama dan beberapa ilmu yang lain. Ketika berusia 30 tahun ia menjadi ulama besar di zamannya karena telah menguasai ilmu kalam, hadits, fiqih, Al-Qur’an dan tafsir. Ia juga seorang penulis yang produktif, karyanya berjumlah 500 jilid. Corak pemikiran Ibnu Taimiyah bersifat empiris sekaligus rasionalis. Ia menolak logika sebagai metode berpikir deduktif yang tidak dapat digunakan mengkaji materi keislaman yang haqiqi.
Upaya pembaharuan yang dilakukan Ibnu Taimiyah
Pertama, memurnikan tauhid, menurutnya akidah tauhid yang benar adalah akidah salaf, yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits, bukan dalil rasional dan filosofis. Ia menentang segala bid’ah, khurofat dan tahayul. Ia menetapkan sifat-sifat Tuhan namun ia menolak mempersamakan sifat-sifat Tuhan dengan makhluk. Ibnu Taimiyah menetapkan sifat Tuhan tanpa tamsil, tanzih dan ta’wil. Ta’wil kaya “yad” (tangan) dengan kekuasaan tidak dapat diterimanya, ia mempertahankan arti “yad” dengan tangan. Demikian juga dengan ayat mutasyabihat lainnya, yang ia sebut al-aqidah al-wasitiyah.
Kedua, ia menggalakkan umat Islam agar bergairah kembali menggali ajaran-ajaran Al-Qur’an dan hadits, serta mendorong mereka melakukan ijtihad dalam menafsirkan ajaran-ajaran agama.
Ketiga, ia menentang taklit, karena hal ini dapat membuat umat Islam mundur, sebab taklit berarti menutup pintu ijihad, membuat otak menjadi beku. Menurutnya, pintu ijtihad terbuka sepanjang masa, karena kondisi manusia selalu berubah.
Keempat, dalam berijtihad tidak terikat pada mazhab atau imam. Menurutnya, pendapat siapa saja yang tepat dan kuat argumennya, itulah yang diambil.
Kelima, dalam bidang hukum Islam Ibnu Taimiyah tidak mandasarkan keputusan hukum berdasarkan pada ‘illat, tatapi berdasarkan hikmah.
2. Muhammad Ibn Abdul Wahhab (1730-1791)
Muhammad Ibn Abdul Wahhab lahir di Uyaynah pada 1730 M/1115 H. Dari ayahnya ia memperoleh pendidikan di bidang keagamaan dan mengembangkan minatnya di bidang tafsir, hadits dan hukum mazhab Hanbaliyah. Ia menulis sebuah karya terkenal berjudul Kitab at-Tauhid.
Inti dari gerakan pembaharuannya
Pertama, pembaharuan Islam yang paling utama disandarkan pada persoalan tauhid. Ia dan pengikutnya membedakan ilmu tauhid menjadi tiga macam, yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah dan al-asma’ wa al-sifat. Menurutnya, Allah adalah Tuhan yang Maha Kuasa, dan melarang penyifatan kekuasaan Tuhan pada siapapun kecuali Dia. Wahhab tidak mempercayai superioritas ras, superioritas tergantung pada ketaqwaan pada Allah. Ia percaya pada makna harfiah Al-Qur’an termasuk ungkapan antropomorfisme tentang Allah.
Kedua, ia sangat tidak setuju dengan para pendukung tawassul. Menurutnya, ibadah adalah cara manusia berhubungan dengan Tuhan. Usaha mencari perlindungan kepada selain-Nya merupakan perbuatan syirik, demikian juga bertawassul kepada orang yang sudah mati. Hal ini bukan berarti ziyarah kubur dilarang, yang dilarang adalah takhayul, bid’ah dan khurofat ketika ziyarah.
Ketiga, sumber-sumber syari’ah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah yang tak tercipta, yang diwahyukan pada Muhammad melalui Jibril dan merupakan sumber paling penting bagi syari’ah. Sunnah Nabi adalah sumber terpenting kedua, sedangkan Ijma’ adalah sumber ketiga. Ia hanya menerima Ijma’ yang berasal dari tiga abad pertama Islam.
Keempat, Wahhab menyatakan pentingnya negara dalam memberlakukan secara paksa syari’ah dalam masyarakat yang otoritas tertinggi ada di tangan khalifah atau imam yang harus bertindak atas dasar saran ulama dan komunitasnya.
3. Jamaluddin al-Afghani (1838-1897)
Jamaluddin lahir di Asadabad, Afghanistan pada tahun 1838. Pendidikan dasarnya diperoleh di tanah kelahiran kemudian melanjutkan ke kota-kota suci kaum Syi’ah. Di kota ini ia banyak dipengaruhi para filosof rasionalis Islam seperti Ibnu Sina dan Nasir al-Din al-Tusi. Pada umur 22 tahun ia menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan, tahun 1864 ia menjadi penasehat Siher Ali Khan, beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi perdana menteri oleh Muhammad Azam Khan. Pada tahun 1889 ia dan pengikutnya membentuk partai Hizbul Wathoni dan berhasil menggulingkan Raja Mesir Khedewi Ismail. Para pengikutnya antara lain Muhammad Abduh, Abdullah Nadim, Sa’ad Zaghlul dan Ya’kub Sannu. Jamaluddin bersama muridnya, Muhammad Abduh, menerbitkan majalah al-‘Urwah al-Wutsqa.
Gagasan pembaharuan yang diusung Jamaluddin
Pertama, ia mengemukakan pentingnya kepercayaan pada akal dan hukum alam yang tidak bertentangan dengan kepercayaan Tuhan, ia mengajarkan hal yang dibela oleh para filosof, mendakwahkan agama dan rasionalisme pada massa serta hukum alam pada elite Muslim.
Kedua, ia berhasil mendukung kebangkitan nasionalisme di Mesir dan India, juga menawarkan gagasan dan gerakan Pan-Islam sebagai anti imperialisme dan mempertahankan kemerdekaan Negara-negara Muslim.
Ketiga, ia menyatakan persamaan gender dalam beberapa hal. Pria dan wanita sama kedudukannya, keduanya punya akal untuk berpikir. Tidak ada halangan bagi wanita bekerja di luar rumah, jika situasi menuntut demikian.
4. Muhammad Abduh (1848-1905)
Abduh lahir di Propinsi Gharbiyyah, Mesir, pada tahun 1848, dan meninggal pada 11 Juli 1905. Ia seorang pecinta ilmu, belajar membaca dan menulis dari orang tuanya. Ia melanjutkan pendidikan di Thanta, namun kemudian ia kembali ke kampung halaman karena tidak puas dengan metode pengajarannya. Namun orang tuanya memerintahkan untuk kambali ke Mesjid Ahmadi di Thanta dan berguru kepada Syekh Darwisy, kemudian melanjutkan ke al-Azhar. Pada tahun 1871, ia bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani dan memperoleh pengetahuan filsafat, ilmu kalam dan ilmu pasti. Selanjutnya ia menjadi pengikut Jamaluddin dan bersamanya ia menerbitkan majalah dan membentuk gerakan yang disebut dengan al-‘Urwah al-Wutsqa. Di Beirut ia lebih banyak menulis dan menerjemahkan kitab-kitab ke dalam bahasa Arab dan menyelesaikan Risalah al-Tauhid.
Ada tiga pranata yang menjadi sasaran pembaharuannya
Pertama, bidang pendidikan dipusatkan di al-Azhar, ia beralasan bahwa al-Azhar adalah pusat pendidikan Mesir dan dunia Islam. Pembaharuan yang dilakukan menyangkut sistem pengajaran, seperti metode, kurikulum, administrasi dan kesejahteraan para guru, bahkan juga mencakup sarana fisik, seperti asrama mahasisiwa, perpustakaan dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi mahasiswa.
Kedua, bidang hukum. Pada tahun 1899, ia menjadi mufti menggantikan Syeh Hasunah al-Nadawi. Ia meluruskan pandangan para mufti, bahwa mufti bukan hanya berkhidmat untuk negara, tetapi juga untuk masyarakat luas.
Ketiga, dalam bidang wakaf Abduh membentuk Majelis Administrasi Wakaf dan berhasil memasukkan perbaikan masjid sebagai salah satu sasaran rutin penggunaan dana wakaf. Dan mulai memperbaiki perangkat masjid, pegawai masjid, sampai kepada para imam dan khatib.
5. Rasyid Ridha (1865-1935)
Rasyid Ridha lahir di Suriah pada tahun 1865 dan meninggal tahun 1935. Pendidikannya diawali dengan membaca Al-Qur’an, menulis dan berhitung di kampungnya, Qalamun, Suriah. Setelah lancar membaca dan menulis ia masuk ke Madrasah ar-Rasyidiyah selama satu tahun. Di sana ia belajar ilmu bumi, ilmu hitung, ilmu bahasa, seperti nahwu dan saraf, dan ilmu agama, seperti akidah dan ibadah. Ketika berumur 18 tahun ia kembali melanjutkan studinya ke Madrasah al-Wataniyyah al-Islamiyyah yang didirikan Syeh Husain al-Jisr, selain menekuni pelajaran ia juga tekun mengikuti berita perkembangan dunia Islam melalui surat kabar al-‘Urwah al-Wutsqa. Dan ketika Muhammad Abduh sudah diizinkan kembali ke Mesir dari pengasingannya, Rasyid mengikutinya pada tahun 1898. Setelah sampai di Mesir ia mengusulkan kepada gurunya, Muhammad Abduh, untuk menerbitkan majalah yang menyiarkan ide dan pikirannya, maka terbitlah majalah yang diberi nama al-Manar, sesuai usul Rasyid Ridha. Ia juga menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang belum selesai ditafsirkan oleh gurunya, yang baru sampai pada surah an-Nisa’ ayat 125.
Ide-ide pembaharuan yang dibawa Rasyid Ridha diantaranya
Pertama, dalam bidang agama, ia berpendapat bahwa umat Islam lemah karena mengamalkan ajaran-ajaran yang sudah bercampur dengan bid’ah dan khurofat. Ia menegaskan untuk kembali berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah, dan tidak terikat dengan pendapat-pendapat ulama terdahulu yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan hidup modern. Ia juga memberikan toleransi bermazhab.
Kedua, dalam bidang pendidikan ia menghimbau umat Islam untuk menggunakan kekayaan bagi pembangunan lembaga pendidikan. Rasyid mendirikan sekolah di Cairo pada tahun 1912 dengan nama Madrasah ad-Da’wah wa al-Irsyad. Sekolah ini mengajarkan ilmu agama, seperti Al-Qur’an, tafsir, akhlak dan hikmah at-tasyri’, bahasa Eropa dan ilmu kesehatan.
Ketiga, dalam bidang politik adalah tentang ukhuwah Islamiah. Ia melihat salah satu penyebab kemunduran umat Islam karena tidak mempererat ukhuwah Islamiah, untuk itu ia menyeru kepada umat Islam untuk bersatu kembali dalam betuk khilafah seperti pada masa al-Khulafa’ ar-Rasyidun.

Senin, 08 Oktober 2018

Angket Penilaian Untuk Guru


GURU

 Apakah anda melaksanakan program penilaian?        A. Ya       B. Tidak
 Apakah Anda Setuju bahwa masalah penilaian adalah masalah yang harus diselesaikan di sekolah Anda?  A.Ya   B.Tidak
Apa Program penilaian yang anda gunakan?     A. Tes Tulis      B. Tes Praktik    C. Tes Lisan
 Apakah Anda melakukan penilaian sesuai KD pembelajaran?    A. Ya    B. Tidak
Apakah Anda melakukan penilaian pada setiap KD pembelajaran?   A. Ya     B. Tidak
Apakah Anda melaksanakan penilaian sikap?    A. Ya      B. Tidak
Apakah penilaian bersifat terbuka?    A. Ya    B. Tidak
Apakah penilaian bersifat akuntabel?    A. Ya    B. Tidak
Apakah anda membuat norma penilaian di setiap KD?     A. Ya    B. Tidak 
Apakah siswa Anda dapat mengakses nilainya secara terbuka?    A. Ya    B. Tidak
Apakah Anda melakukan program remidi dan pengayaan pada ulangan harian?   A. Ya     B.Tidak
Apakah program penilaian masuk dalam program semester?  A. Ya   B. Tidak
Apakah ada pengaruh penilaian yang Anda lakukan dengan perkembangan karakter siswa Anda?
A.      Sangat Berpengaruh
B.      Sedikit Berpengaruh
C.      Tidak ada pengaruh sama sekali
Apakah Anda memasukkan unsur evaluasi diri dalam penilaian Anda?  A. Ya    B. Tidak
Apakah Anda memasukkan unsur penilaian sesama teman dalam penilaian Anda?   A.Ya   B. Tidak
Apakah Anda memberikan catatan kepada siswa Anda setelah melakukan penilaian?   A.Ya     B.Tidak
Apakah penilaian yang Anda lakukan mampu menumbuhkan semangat belajar siswa Anda?       A. Ya     B.Tidak     C. Tidak Tahu
Apakah penilaian yang Anda lakukan mampu meningkatkan semangat belajar siswa Anda?  A. Ya    B.Tidak
Kapan terakhir kali Anda melakukan penilaian kognitif terhadap peserta didik Anda?    A. Sehari yang lalu    B. Sepekan yang lalu    C. Sebulan yang lalu     D. Semester yang lalu
Kapan terakhir kali Anda melakukan penilaian afektif terhadap peserta didik Anda?    A. Sehari yang lalu    B. Sepekan yang lalu    C. Sebulan yang lalu     D. Semester yang lalu
Apakah penilaian yang Anda lakukan, Anda catat dalam buku penilaian Anda?   A. Ya   B. Tidak
Apakah Anda melaksanakan penilaian secara objektif kepada siswa Anda?   A. Ya   B. Tidak
Apakah penilaian yang Anda laksanakan dipengaruhi subjektifitas terhadapa siswa Anda?   A. Ya   B. Tidak
Tuliskan di bawah ini, Kiat melaksanakan penilaian agar menumbuhkan semangat belajar siswa Anda:

Rambu Materi Aqidah Akhlak X PTS Genap

  Malaikat adalah salah satu makhluk Allah yang diciptakan untuk membantu tugasNya dalam mengawasi manusia. Malaikat tidak daat dilih...