Selasa, 09 Oktober 2018

TOKOH-TOKOH PEMBAHARUAN ISLAM



1. Ibnu Taimiyah (1263-1328)
Nama lengkapnya Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad, lahir di Harran, Turki, pada 22 Januari 1263 dan meninggal pada 27 September 1328. Ibnu Taimiyah belajar Al-Qur’an dari ayahnya dan sekolah di Damascus. Pada usia 10 tahun sudah hafal Al-Qur’an, mempelajari kitab-kitab hadits utama dan beberapa ilmu yang lain. Ketika berusia 30 tahun ia menjadi ulama besar di zamannya karena telah menguasai ilmu kalam, hadits, fiqih, Al-Qur’an dan tafsir. Ia juga seorang penulis yang produktif, karyanya berjumlah 500 jilid. Corak pemikiran Ibnu Taimiyah bersifat empiris sekaligus rasionalis. Ia menolak logika sebagai metode berpikir deduktif yang tidak dapat digunakan mengkaji materi keislaman yang haqiqi.
Upaya pembaharuan yang dilakukan Ibnu Taimiyah
Pertama, memurnikan tauhid, menurutnya akidah tauhid yang benar adalah akidah salaf, yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits, bukan dalil rasional dan filosofis. Ia menentang segala bid’ah, khurofat dan tahayul. Ia menetapkan sifat-sifat Tuhan namun ia menolak mempersamakan sifat-sifat Tuhan dengan makhluk. Ibnu Taimiyah menetapkan sifat Tuhan tanpa tamsil, tanzih dan ta’wil. Ta’wil kaya “yad” (tangan) dengan kekuasaan tidak dapat diterimanya, ia mempertahankan arti “yad” dengan tangan. Demikian juga dengan ayat mutasyabihat lainnya, yang ia sebut al-aqidah al-wasitiyah.
Kedua, ia menggalakkan umat Islam agar bergairah kembali menggali ajaran-ajaran Al-Qur’an dan hadits, serta mendorong mereka melakukan ijtihad dalam menafsirkan ajaran-ajaran agama.
Ketiga, ia menentang taklit, karena hal ini dapat membuat umat Islam mundur, sebab taklit berarti menutup pintu ijihad, membuat otak menjadi beku. Menurutnya, pintu ijtihad terbuka sepanjang masa, karena kondisi manusia selalu berubah.
Keempat, dalam berijtihad tidak terikat pada mazhab atau imam. Menurutnya, pendapat siapa saja yang tepat dan kuat argumennya, itulah yang diambil.
Kelima, dalam bidang hukum Islam Ibnu Taimiyah tidak mandasarkan keputusan hukum berdasarkan pada ‘illat, tatapi berdasarkan hikmah.
2. Muhammad Ibn Abdul Wahhab (1730-1791)
Muhammad Ibn Abdul Wahhab lahir di Uyaynah pada 1730 M/1115 H. Dari ayahnya ia memperoleh pendidikan di bidang keagamaan dan mengembangkan minatnya di bidang tafsir, hadits dan hukum mazhab Hanbaliyah. Ia menulis sebuah karya terkenal berjudul Kitab at-Tauhid.
Inti dari gerakan pembaharuannya
Pertama, pembaharuan Islam yang paling utama disandarkan pada persoalan tauhid. Ia dan pengikutnya membedakan ilmu tauhid menjadi tiga macam, yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah dan al-asma’ wa al-sifat. Menurutnya, Allah adalah Tuhan yang Maha Kuasa, dan melarang penyifatan kekuasaan Tuhan pada siapapun kecuali Dia. Wahhab tidak mempercayai superioritas ras, superioritas tergantung pada ketaqwaan pada Allah. Ia percaya pada makna harfiah Al-Qur’an termasuk ungkapan antropomorfisme tentang Allah.
Kedua, ia sangat tidak setuju dengan para pendukung tawassul. Menurutnya, ibadah adalah cara manusia berhubungan dengan Tuhan. Usaha mencari perlindungan kepada selain-Nya merupakan perbuatan syirik, demikian juga bertawassul kepada orang yang sudah mati. Hal ini bukan berarti ziyarah kubur dilarang, yang dilarang adalah takhayul, bid’ah dan khurofat ketika ziyarah.
Ketiga, sumber-sumber syari’ah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah yang tak tercipta, yang diwahyukan pada Muhammad melalui Jibril dan merupakan sumber paling penting bagi syari’ah. Sunnah Nabi adalah sumber terpenting kedua, sedangkan Ijma’ adalah sumber ketiga. Ia hanya menerima Ijma’ yang berasal dari tiga abad pertama Islam.
Keempat, Wahhab menyatakan pentingnya negara dalam memberlakukan secara paksa syari’ah dalam masyarakat yang otoritas tertinggi ada di tangan khalifah atau imam yang harus bertindak atas dasar saran ulama dan komunitasnya.
3. Jamaluddin al-Afghani (1838-1897)
Jamaluddin lahir di Asadabad, Afghanistan pada tahun 1838. Pendidikan dasarnya diperoleh di tanah kelahiran kemudian melanjutkan ke kota-kota suci kaum Syi’ah. Di kota ini ia banyak dipengaruhi para filosof rasionalis Islam seperti Ibnu Sina dan Nasir al-Din al-Tusi. Pada umur 22 tahun ia menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan, tahun 1864 ia menjadi penasehat Siher Ali Khan, beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi perdana menteri oleh Muhammad Azam Khan. Pada tahun 1889 ia dan pengikutnya membentuk partai Hizbul Wathoni dan berhasil menggulingkan Raja Mesir Khedewi Ismail. Para pengikutnya antara lain Muhammad Abduh, Abdullah Nadim, Sa’ad Zaghlul dan Ya’kub Sannu. Jamaluddin bersama muridnya, Muhammad Abduh, menerbitkan majalah al-‘Urwah al-Wutsqa.
Gagasan pembaharuan yang diusung Jamaluddin
Pertama, ia mengemukakan pentingnya kepercayaan pada akal dan hukum alam yang tidak bertentangan dengan kepercayaan Tuhan, ia mengajarkan hal yang dibela oleh para filosof, mendakwahkan agama dan rasionalisme pada massa serta hukum alam pada elite Muslim.
Kedua, ia berhasil mendukung kebangkitan nasionalisme di Mesir dan India, juga menawarkan gagasan dan gerakan Pan-Islam sebagai anti imperialisme dan mempertahankan kemerdekaan Negara-negara Muslim.
Ketiga, ia menyatakan persamaan gender dalam beberapa hal. Pria dan wanita sama kedudukannya, keduanya punya akal untuk berpikir. Tidak ada halangan bagi wanita bekerja di luar rumah, jika situasi menuntut demikian.
4. Muhammad Abduh (1848-1905)
Abduh lahir di Propinsi Gharbiyyah, Mesir, pada tahun 1848, dan meninggal pada 11 Juli 1905. Ia seorang pecinta ilmu, belajar membaca dan menulis dari orang tuanya. Ia melanjutkan pendidikan di Thanta, namun kemudian ia kembali ke kampung halaman karena tidak puas dengan metode pengajarannya. Namun orang tuanya memerintahkan untuk kambali ke Mesjid Ahmadi di Thanta dan berguru kepada Syekh Darwisy, kemudian melanjutkan ke al-Azhar. Pada tahun 1871, ia bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani dan memperoleh pengetahuan filsafat, ilmu kalam dan ilmu pasti. Selanjutnya ia menjadi pengikut Jamaluddin dan bersamanya ia menerbitkan majalah dan membentuk gerakan yang disebut dengan al-‘Urwah al-Wutsqa. Di Beirut ia lebih banyak menulis dan menerjemahkan kitab-kitab ke dalam bahasa Arab dan menyelesaikan Risalah al-Tauhid.
Ada tiga pranata yang menjadi sasaran pembaharuannya
Pertama, bidang pendidikan dipusatkan di al-Azhar, ia beralasan bahwa al-Azhar adalah pusat pendidikan Mesir dan dunia Islam. Pembaharuan yang dilakukan menyangkut sistem pengajaran, seperti metode, kurikulum, administrasi dan kesejahteraan para guru, bahkan juga mencakup sarana fisik, seperti asrama mahasisiwa, perpustakaan dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi mahasiswa.
Kedua, bidang hukum. Pada tahun 1899, ia menjadi mufti menggantikan Syeh Hasunah al-Nadawi. Ia meluruskan pandangan para mufti, bahwa mufti bukan hanya berkhidmat untuk negara, tetapi juga untuk masyarakat luas.
Ketiga, dalam bidang wakaf Abduh membentuk Majelis Administrasi Wakaf dan berhasil memasukkan perbaikan masjid sebagai salah satu sasaran rutin penggunaan dana wakaf. Dan mulai memperbaiki perangkat masjid, pegawai masjid, sampai kepada para imam dan khatib.
5. Rasyid Ridha (1865-1935)
Rasyid Ridha lahir di Suriah pada tahun 1865 dan meninggal tahun 1935. Pendidikannya diawali dengan membaca Al-Qur’an, menulis dan berhitung di kampungnya, Qalamun, Suriah. Setelah lancar membaca dan menulis ia masuk ke Madrasah ar-Rasyidiyah selama satu tahun. Di sana ia belajar ilmu bumi, ilmu hitung, ilmu bahasa, seperti nahwu dan saraf, dan ilmu agama, seperti akidah dan ibadah. Ketika berumur 18 tahun ia kembali melanjutkan studinya ke Madrasah al-Wataniyyah al-Islamiyyah yang didirikan Syeh Husain al-Jisr, selain menekuni pelajaran ia juga tekun mengikuti berita perkembangan dunia Islam melalui surat kabar al-‘Urwah al-Wutsqa. Dan ketika Muhammad Abduh sudah diizinkan kembali ke Mesir dari pengasingannya, Rasyid mengikutinya pada tahun 1898. Setelah sampai di Mesir ia mengusulkan kepada gurunya, Muhammad Abduh, untuk menerbitkan majalah yang menyiarkan ide dan pikirannya, maka terbitlah majalah yang diberi nama al-Manar, sesuai usul Rasyid Ridha. Ia juga menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang belum selesai ditafsirkan oleh gurunya, yang baru sampai pada surah an-Nisa’ ayat 125.
Ide-ide pembaharuan yang dibawa Rasyid Ridha diantaranya
Pertama, dalam bidang agama, ia berpendapat bahwa umat Islam lemah karena mengamalkan ajaran-ajaran yang sudah bercampur dengan bid’ah dan khurofat. Ia menegaskan untuk kembali berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah, dan tidak terikat dengan pendapat-pendapat ulama terdahulu yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan hidup modern. Ia juga memberikan toleransi bermazhab.
Kedua, dalam bidang pendidikan ia menghimbau umat Islam untuk menggunakan kekayaan bagi pembangunan lembaga pendidikan. Rasyid mendirikan sekolah di Cairo pada tahun 1912 dengan nama Madrasah ad-Da’wah wa al-Irsyad. Sekolah ini mengajarkan ilmu agama, seperti Al-Qur’an, tafsir, akhlak dan hikmah at-tasyri’, bahasa Eropa dan ilmu kesehatan.
Ketiga, dalam bidang politik adalah tentang ukhuwah Islamiah. Ia melihat salah satu penyebab kemunduran umat Islam karena tidak mempererat ukhuwah Islamiah, untuk itu ia menyeru kepada umat Islam untuk bersatu kembali dalam betuk khilafah seperti pada masa al-Khulafa’ ar-Rasyidun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar

Rambu Materi Aqidah Akhlak X PTS Genap

  Malaikat adalah salah satu makhluk Allah yang diciptakan untuk membantu tugasNya dalam mengawasi manusia. Malaikat tidak daat dilih...